Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perubahan tutupan lahan dan
implementasi kebijakan tata ruang terhadap respons hidrologi di DAS Sambong,
Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Latar belakang penelitian ini didasarkan pada
adanya pembangunan kawasan industri dan urbanisasi di Kabupaten Batang
sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) yang memicu perubahan tata
guna lahan secara signifikan dan berdampak pada penurunan layanan ekosistem,
khususnya pengaturan iklim dan ketersediaan air. Fenomena ini terlihat dari
meningkatnya kejadian banjir dan kekeringan di wilayah Kabupaten Batang.
Penelitian ini menggunakan kombinasi pemodelan spasial dan hidrologi. Proyeksi
perubahan tutupan lahan dilakukan dengan menggunakan plugin MOLUSCE
(Modules for Land Use Chande Evaluation) pada QGIS, dengan metode Artificial
Neural Network (ANN) dan Cellular Automata (CA). Model ini menggunakan data
tutupan lahan historis (2017, 2019, 2023), variabel spasial (elevasi, kemiringan,
kepadatan penduduk, jarak ke jalan utama, wilayah terbangun, dan sungai) serta
validasi menggunakan statistik Kappa untuk memastikan akurasi prediksi. Hasil
validasi menunjukkan nilai Kappa “hampir sempurna” (0.85-0.84), menandakan
model prediksi sangat andal.
Pemodelan hidrologi dilakukan dengan HEC-HMS 4.12 menggunakan pendekatan
semi-terdistribusi dengan tujuh sub-DAS dengan input utama berupa curah hujan
harian dan parameter hidrologi berdasarkan topografi, jenis tanah dan hasil
proyeksi tutupan lahan. Model dikalibrasi dan divalidasi dengan data debit
lapangan serta dievaluasi menggunakan empat indikator utama: koefisien
determinasi (R2), Nash- Sutcliffe Efficiency (NSE), percent bias (PBIAS), dan rasio
RMSE terhadap standar deviasi (RSR). Hasil kalibrasi dan validasi menunjukkan
kinerja model cukup andal dengan nilai R2 0.65 – 0.67 , NSE 0.553 – 0.655, PBIAS
-5.81 – 3.47 dan RSR 0.65 – 0.67. Model ini baik dalam memprediksi volume
limpasan dengan error -5.76 – 3.80%, namun tidak baik dalam menyimulasikan
debit puncak dengan error hingga -29.5%.
Penelitian ini menguji tiga skenario utama: 1) kondisi eksisting, 2) proyeksi tutupan
lahan tahun 2039, dan 3) skenario kepatuhan penuh terhadap RTRW 2019 – 2039.
ii
Analisis menunjukkan bahwa tren perubahan tutupan lahan di DAS Sambong
didominasi oleh peningkatan area terbangun (dari 10.62% pada 2017 menjadi
15.07% pada 2023 dan diproyeksikan mencapai 21.48% pada 2039), penurunan
lahan pertanian serta fluktuasi pada kawasan pepohonan. Proyeksi 2039
menunjukkan bahwa area terbangun akan melebihi target RTRW sebesar 311.19 ha
menandakan potensi pelanggaran tata ruang jika laju area terbangun tidak
dikendalikan. Kemudian kawasan pepohonan diproyeksikan sedikit meningkat,
namun lahan pertanian menurun di bawah target RTRW. Ketidaksesuaian antara
proyeksi tutupan lahan dan target RTRW menandakan perlunya penguatan
implementasi kebijakan tata ruang.
Analisis debit limpasan DAS Sambong pada skenario 2017 hingga 2039 dan
RTRW, area terbangun mengalami kenaikan yang signifikan yang berdampak pada
kenaikan Q Peak sebesar 3.64% pada 2017-2023, 5.38% pada 2023-2039, 2.21%
pada 2023-RTRW, serta volume limpasan naik 2.26% pada 2017-2023, 3.28% pada
2023-2039 dan 1.16% pada 2023-RTRW. Peningkatan debit terjadi pada debit
tinggi, sedangkan debit rendah mengalami penurunan akibat berkurangnya resapan
air. Pada tingkat sub-DAS menunjukkan variasi respons hidrologi yang berbeda
antar wilayah, terutama akibat perbedaan kenaikan area terbangun dan karakteristik
lokal seperti tanah dan topografi. S2 menjadi sub-DAS paling sensitif terhadap
perubahan area terbangun. S5 dan S1 menjadi sub-DAS yang juga cukup sensitif
berdasarkan perubahan Q Peak. Kemudian S5 dan S6 sensitif pada perubahan
volume limpasan setelah S2.
Perbandingan dengan skenario RTRW menunjukkan bahwa pengendalian tata
ruang sesuai RTRW mampu menahan laju peningkatan debit dan volume limpasan.
Hal ini menandakan pentingnya pengelolaan tata ruang secara detail di tingkat sub-
DAS, sehingga intervensi dapat disesuaikan dengan sensitivitas hidrologi lokal.
Selain itu penelitian ini menegaskan bahwa perubahan tutupan lahan yang tidak
terkendali, terutama ekspansi area terbangun tanpa diimbangi konservasi dan
perlindungan lahan pertanian, akan menambah ketidakseimbangan tata ruang dan
meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi di masa depan.
Perpustakaan Digital ITB