digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perubahan tutupan lahan dan implementasi kebijakan tata ruang terhadap respons hidrologi di DAS Sambong, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Latar belakang penelitian ini didasarkan pada adanya pembangunan kawasan industri dan urbanisasi di Kabupaten Batang sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) yang memicu perubahan tata guna lahan secara signifikan dan berdampak pada penurunan layanan ekosistem, khususnya pengaturan iklim dan ketersediaan air. Fenomena ini terlihat dari meningkatnya kejadian banjir dan kekeringan di wilayah Kabupaten Batang. Penelitian ini menggunakan kombinasi pemodelan spasial dan hidrologi. Proyeksi perubahan tutupan lahan dilakukan dengan menggunakan plugin MOLUSCE (Modules for Land Use Chande Evaluation) pada QGIS, dengan metode Artificial Neural Network (ANN) dan Cellular Automata (CA). Model ini menggunakan data tutupan lahan historis (2017, 2019, 2023), variabel spasial (elevasi, kemiringan, kepadatan penduduk, jarak ke jalan utama, wilayah terbangun, dan sungai) serta validasi menggunakan statistik Kappa untuk memastikan akurasi prediksi. Hasil validasi menunjukkan nilai Kappa “hampir sempurna” (0.85-0.84), menandakan model prediksi sangat andal. Pemodelan hidrologi dilakukan dengan HEC-HMS 4.12 menggunakan pendekatan semi-terdistribusi dengan tujuh sub-DAS dengan input utama berupa curah hujan harian dan parameter hidrologi berdasarkan topografi, jenis tanah dan hasil proyeksi tutupan lahan. Model dikalibrasi dan divalidasi dengan data debit lapangan serta dievaluasi menggunakan empat indikator utama: koefisien determinasi (R2), Nash- Sutcliffe Efficiency (NSE), percent bias (PBIAS), dan rasio RMSE terhadap standar deviasi (RSR). Hasil kalibrasi dan validasi menunjukkan kinerja model cukup andal dengan nilai R2 0.65 – 0.67 , NSE 0.553 – 0.655, PBIAS -5.81 – 3.47 dan RSR 0.65 – 0.67. Model ini baik dalam memprediksi volume limpasan dengan error -5.76 – 3.80%, namun tidak baik dalam menyimulasikan debit puncak dengan error hingga -29.5%. Penelitian ini menguji tiga skenario utama: 1) kondisi eksisting, 2) proyeksi tutupan lahan tahun 2039, dan 3) skenario kepatuhan penuh terhadap RTRW 2019 – 2039. ii Analisis menunjukkan bahwa tren perubahan tutupan lahan di DAS Sambong didominasi oleh peningkatan area terbangun (dari 10.62% pada 2017 menjadi 15.07% pada 2023 dan diproyeksikan mencapai 21.48% pada 2039), penurunan lahan pertanian serta fluktuasi pada kawasan pepohonan. Proyeksi 2039 menunjukkan bahwa area terbangun akan melebihi target RTRW sebesar 311.19 ha menandakan potensi pelanggaran tata ruang jika laju area terbangun tidak dikendalikan. Kemudian kawasan pepohonan diproyeksikan sedikit meningkat, namun lahan pertanian menurun di bawah target RTRW. Ketidaksesuaian antara proyeksi tutupan lahan dan target RTRW menandakan perlunya penguatan implementasi kebijakan tata ruang. Analisis debit limpasan DAS Sambong pada skenario 2017 hingga 2039 dan RTRW, area terbangun mengalami kenaikan yang signifikan yang berdampak pada kenaikan Q Peak sebesar 3.64% pada 2017-2023, 5.38% pada 2023-2039, 2.21% pada 2023-RTRW, serta volume limpasan naik 2.26% pada 2017-2023, 3.28% pada 2023-2039 dan 1.16% pada 2023-RTRW. Peningkatan debit terjadi pada debit tinggi, sedangkan debit rendah mengalami penurunan akibat berkurangnya resapan air. Pada tingkat sub-DAS menunjukkan variasi respons hidrologi yang berbeda antar wilayah, terutama akibat perbedaan kenaikan area terbangun dan karakteristik lokal seperti tanah dan topografi. S2 menjadi sub-DAS paling sensitif terhadap perubahan area terbangun. S5 dan S1 menjadi sub-DAS yang juga cukup sensitif berdasarkan perubahan Q Peak. Kemudian S5 dan S6 sensitif pada perubahan volume limpasan setelah S2. Perbandingan dengan skenario RTRW menunjukkan bahwa pengendalian tata ruang sesuai RTRW mampu menahan laju peningkatan debit dan volume limpasan. Hal ini menandakan pentingnya pengelolaan tata ruang secara detail di tingkat sub- DAS, sehingga intervensi dapat disesuaikan dengan sensitivitas hidrologi lokal. Selain itu penelitian ini menegaskan bahwa perubahan tutupan lahan yang tidak terkendali, terutama ekspansi area terbangun tanpa diimbangi konservasi dan perlindungan lahan pertanian, akan menambah ketidakseimbangan tata ruang dan meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi di masa depan.