digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Zuhda Nur Prabowo
PUBLIC Open In Flipbook Rita Nurainni, S.I.Pus

Operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara di Indonesia masih menjadi andalan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik masyarakat luas. Biaya investasi yang terjangkau dan operasional yang murah, menjadi alasan kuat untuk mempertahankan keberadaan PLTU di berbagai daerah. Kompleks PLTU Paiton di Jawa Timur merupakan salah satu yang terbesar di Indonesia. Selama hampir 30 tahun beroperasi, khususnya PLTU Paiton Unit 1 dan 2 memproduksi listrik sebesar ± 5,8 juta MWh dengan pemakaian batu bara sebanyak ± 2,6 – 3,2 juta ton setiap tahunnya. Batu bara adalah sumber energi yang murah dan mudah ditemukan di Indonesia, namun penggunaan batu bara dalam jangka waktu yang panjang dapat membawa efek samping atau dampak negatif bagi lingkungan. Pembakaran batu bara menyebabkan munculnya emisi CO2, dimana CO2 tersebut merupakan salah satu unsur utama terciptanya efek rumah kaca di atmosfer. Hingga saat ini, diperkirakan PLTU Paiton Unit 1 dan 2 menyumbang emisi CO2 sebesar ± 4,1 – 5,1 juta ton CO2 setiap tahunnya. Emisi tersebut selain terdispersi di atmosfer, juga bereaksi dengan permukaan lautan di sekitarnya. PLTU Paiton Unit 1 dan 2 yang berlokasi di Probolinggo, berbatasan langsung dengan perairan Selat Madura dimana emisi yang dikeluarkan terdispersi ke arah perairan tersebut. Arah angin yang mengikuti pola angin musiman, menjadi faktor utama yang menyebabkan emisi terdispersi ke arah perairan. Selama PLTU Paiton Unit 1 dan 2 beroperasi, telah terjadi interaksi atmosfer dan lautan yang ditunjukkan dari parameter tekanan parsial CO2 (pCO2) dan fluks CO2. Di tahun 1993, nilai pCO2 di lautan berada di angka 338,352 – 356,074 uATM, sedangkan di tahun 2023 berada di rentang 378 – 410,094 uATM. Hal tersebut menunjukkan perubahan pergerakan CO2 yang mulai dilepaskan kembali ke atmosfer, setelah sebelumnya diserap oleh lautan. Nilai fluks CO2 di tahun 2013 – 2023 mayoritas berada di nilai negatif yang menunjukkan bahwa lautan menjadi penyerap karbon. CO2 yang banyak diserap lautan dapat mempengaruhi nilai pH lautan, dimana laut akan mengalami asidifikasi atau menurunnya nilai pH menjadi lebih asam dari sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dari data sekunder dari tahun 1993-2023 yang menunjukkan terjadi penurunan nilai pH dari 8,07 ke 8,02 atau sekitar 0,05 poin. Adapun data pengamatan lapangan dari tahun 2020 – 2024 menunjukkan nilai pH yang variatif berkisar di angka 7 – 8,5. PT PLN (Persero) menyadari bahwa penggunaan batu bara harus dibatasi sehingga melalui visi Net Zero Emission, PLTU Paiton Unit 1 dan 2 sejak tahun 2020 telah menerapkan co-firing. Adapun co-firing tersebut menggunakan bahan bakar biomassa berupa serbuk gergaji dan cangkang kelapa sawit, dengan total penggunaan sebesar ± 466.170 ton. Namun, perlu dikaji kembali apakah strategi co-firing di PLTU Paiton Unit 1 dan 2 sudah efektif dalam menurunkan nilai emisi.