digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Inspeksi visual jembatan merupakan metode utama dalam penilaian kondisi jembatan di Indonesia. Namun, pelaksanaannya sering kali menghadapi berbagai tantangan, seperti keterbatasan sumber daya, faktor keamanan, hingga keterbatasan ketersediaan dana. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 85 manajer jembatan di tingkat Provinsi dan Kota/Kabupaten, ditemukan bahwa terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi oleh inspektur menyebabkan elemen jembatan tidak dapat diperiksa secara menyeluruh, sehingga berdampak pada rendahnya kualitas data input ke dalam sistem INVI-J. Simulasi inspeksi dilakukan oleh 10 personel Candidate Master Inspector (CMP) pada Jembatan Cilalawi-A (Vaza dkk., 2017), ditemukan adanya perbedaan penilaian kondisi kerusakan antar individu terhadap elemen jembatan yang sama. Elemen waterway dinilai dengan rentang nilai kondisi yang sangat bervariasi, mulai dari 0 (baik) hingga 4 (kritis). Simpangan ini menunjukkan bahwa, meskipun dilakukan oleh personel ahli, inspeksi visual tetap memiliki potensi bias dan dipengaruhi oleh persepsi subjektif masing-masing pemeriksa. Permasalahan tersebut menunjukkan bahwa titik krusial dari proses inspeksi visual jembatan terletak pada kualitas dan konsistensi data input. Ketika data masukan tidak akurat atau tidak menyeluruh pada satu sistem jembatan, maka keputusan pemeliharaan yang diambil pun dapat menjadi kurang tepat. Kecerdasan buatan (AI), khususnya yang berbasis machine learning dan image processing, memiliki potensi besar untuk meningkatkan akurasi dan objektivitas dalam inspeksi visual. Dalam pendekatan ini, model dilatih menggunakan data citra yang telah diberi label jenis kerusakan, sehingga sistem dapat membangun hubungan matematis antara karakteristik visual gambar dan label jenis kerusakan. AI dapat mempelajari pola dari jumlah data yang sangat besar, seperti ribuan gambar, dengan tingkat konsistensi yang tinggi. Setelah proses pelatihan selesai, model dapat melakukan klasifikasi kerusakan pada gambar baru dengan mengacu pada pola visual yang telah dipelajarinya. Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan utama, yaitu pembuatan dataset melalui proses web scraping, data mining, dan ekstraksi citra kerusakan dari sistem INVI-J; pembentukan model klasifikasi berbasis CNN (YOLOv8), yang meliputi tahap pemrosesan citra, pelatihan model, dan evaluasi performa prediksi berdasarkan jenis kerusakan; serta penilaian pakar melalui kuesioner untuk mengevaluasi ketepatan hasil klasifikasi model terhadap sampel gambar yang dipilih secara representatif dari berbagai elemen jembatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model mampu melakukan klasifikasi dengan F1-score rata-rata 67–83% tergantung pada jenis elemen, dengan kerusakan permukaan berlubang sebagai kategori yang paling akurat teridentifikasi, dan permukaan bergelombang sebagai kategori yang paling sulit diprediksi. Validasi oleh tim ahli juga mengungkap bahwa akurasi model meningkat ketika diuji menggunakan label hasil verifikasi, serta bahwa model menghasilkan prediksi yang cukup konsisten antar elemen. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa foto hasil inspeksi jembatan dari database INVI-J, meskipun beresolusi rendah, dapat dimanfaatkan sebagai data pelatihan awal. Lebih lanjut, penggunaan AI dalam klasifikasi kerusakan jembatan berpotensi mengurangi variabilitas penilaian antar pemeriksa dan mendukung terciptanya sistem inspeksi jembatan yang lebih objektif, efisien, dan terstandar di Indonesia.