digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Gempa Palu tahun 2018 dengan kekuatan Mw 7,5 merupakan peristiwa supershear yang ditandai oleh kecepatan robekan yang sangat cepat. Setelah gempa utama, fase pascagempa, yang disebut dengan deformasi pascagempa, dipengaruhi oleh dua mekanisme utama: afterslip di bidang sesar dan relaksasi viskoelastik di astenosfer sebagai respons terhadap pemulihan tegangan akibat gempa. Deformasi pascagempa dianalisis menggunakan data lima stasiun Global Navigation Satellite System (GNSS) kontinu di sekitar Kota Palu pada periode Maret 2018 hingga September 2021. Pemodelan relaksasi viskoelastik dilakukan menggunakan parameter elastik yang dihitung berdasarkan Preliminary Reference Earth Model (PREM), dengan model viskositas Maxwell di astenosfer. Sementara itu, distribusi afterslip di sepanjang bidang sesar dihitung dengan pemodelan inversi data GNSS menggunakan pendekatan Akaike's Bayesian Information Criteria (ABIC). Hasil penelitian menunjukkan bahwa model reologi optimal melibatkan lapisan elastis setebal 21 km dan viskositas Maxwell di astenosfer sebesar 8 ???? 10¹? Pa s. Afterslip maksimum terkonsentrasi pada kedalaman 24 – 32 km, dengan momen afterslip ekuivalen dengan gempa Mw 6,8 selama periode 31 Maret hingga 30 September 2021. Studi ini menunjukkan bahwa deformasi afterslip memiliki peran lebih dominan dibandingkan relaksasi viskoelastik dalam tiga tahun pascagempa utama. Selain itu, penelitian ini juga mengidentifikasi zona penguncian sesar (fault locking zone) yang terletak di dekat wilayah afterslip, dengan laju akumulasi momen 1,50 ???? 10²? dyne cm/tahun. Zona ini diperkirakan dapat memicu gempa lain dengan magnitudo Mw 7,6 dalam ~25 tahun ke depan.