Gempa Palu tahun 2018 dengan kekuatan Mw 7,5 merupakan peristiwa supershear yang
ditandai oleh kecepatan robekan yang sangat cepat. Setelah gempa utama, fase pascagempa,
yang disebut dengan deformasi pascagempa, dipengaruhi oleh dua mekanisme utama:
afterslip di bidang sesar dan relaksasi viskoelastik di astenosfer sebagai respons terhadap
pemulihan tegangan akibat gempa. Deformasi pascagempa dianalisis menggunakan data lima
stasiun Global Navigation Satellite System (GNSS) kontinu di sekitar Kota Palu pada periode
Maret 2018 hingga September 2021. Pemodelan relaksasi viskoelastik dilakukan
menggunakan parameter elastik yang dihitung berdasarkan Preliminary Reference Earth
Model (PREM), dengan model viskositas Maxwell di astenosfer. Sementara itu, distribusi
afterslip di sepanjang bidang sesar dihitung dengan pemodelan inversi data GNSS
menggunakan pendekatan Akaike's Bayesian Information Criteria (ABIC). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa model reologi optimal melibatkan lapisan elastis setebal 21 km dan
viskositas Maxwell di astenosfer sebesar 8 ???? 10¹? Pa s. Afterslip maksimum terkonsentrasi
pada kedalaman 24 – 32 km, dengan momen afterslip ekuivalen dengan gempa Mw 6,8
selama periode 31 Maret hingga 30 September 2021. Studi ini menunjukkan bahwa
deformasi afterslip memiliki peran lebih dominan dibandingkan relaksasi viskoelastik dalam
tiga tahun pascagempa utama. Selain itu, penelitian ini juga mengidentifikasi zona
penguncian sesar (fault locking zone) yang terletak di dekat wilayah afterslip, dengan laju
akumulasi momen 1,50 ???? 10²? dyne cm/tahun. Zona ini diperkirakan dapat memicu gempa
lain dengan magnitudo Mw 7,6 dalam ~25 tahun ke depan.