Berdasarkan Decadal Climate Prediction Project-World Meteorological
Organization (DCPP-WMO), kemampuan prediksi curah hujan (skill) skala dekade
di Indonesia masuk dalam kategori rendah karena metode verifikasinya belum
mempertimbangkan curah hujan yang nonstasioner (nonstationary) dan model yang
digunakan belum disesuaikan dengan kondisi nonstasioner. Saat ini, penting untuk
memperhitungkan ketidakstasioneran iklim karena sistem iklim bumi sudah
berubah akibat perubahan pada variabilitas iklimnya. Penelitian ini menganalisis
data observasi dan model dengan memperhatikan perubahan tren, perubahan
mendadak (step change), dan variansi. Secara keseluruhan, curah hujan di
Indonesia telah menunjukkan pola nonstasioner, dengan tren yang meningkat dan
step change yang signifikan pada tahun 1994. Secara spesifik, perubahan curah
hujan yang nonstasioner terjadi secara parsial di berbagai daerah, dengan perubahan
signifikan pada tren sebesar 35,8%, step change 28,3%, dan variansi 16% di seluruh
wilayah Indonesia. Penelitian ini kemudian mengevaluasi skill dari sembilan (9)
model DCPP-WMO dengan menganalisis bagaimana model-model ini berfungsi
dalam kondisi iklim yang nonstasioner. Dari 9 model yang dianalisis, model
MIROC6, MPI-ESM1-2-LR, dan MRI-ESM2-0 memiliki kinerja paling baik dalam
evaluasi skill. Ketiga model ini kemudian dikalibrasi menggunakan metode
stasioner dan nonstasioner. Metode nonstasioner terbukti lebih efektif,
meningkatkan kemampuan prediksi sebesar 80%. Diantara ketiga model tersebut,
hanya MPI-ESM1-2-LR yang memiliki sifat nonstasioner yang sama dengan data
observasi, sehingga performanya lebih baik dibandingkan model lainnya. Selain itu,
ditemukan juga bahwa skill cenderung lebih baik ketika ada dua atau lebih bentuk
variabilitas iklim yang terjadi secara bersamaan dalam hubungan yang positif atau
berkesinambungan (saling menguatkan).
Prediksi curah hujan skala dekade kemudian dibuat dengan melihat hubungan
antara curah hujan, yang diukur menggunakan indeks Standardized Precipitation
Index (SPI) dengan periode waktu 12 bulan (SPI12) dengan variabilitas iklim utama
yang memengaruhi SPI12, seperti Interdecadal Pacific Oscillation (IPO), El NiƱo
Southern Oscillation (ENSO), dan Dipole Mode Index (DMI) menggunakan model
regresi multivariat. Berdasarkan data prediksi 1-5 tahun dari model DCPP-WMO,
prediksi indeks SPI12 menunjukkan kondisi normal. Namun, jika dilihat dari
prediksi probabilistik, kemungkinan kondisi ekstrem kering adalah 14%-15%,
sangat kering 21%-23%, kekeringan sedang 30%-32%, kondisi normal 67%-86%,
dan kondisi basah 0-1%. Metode prediksi curah hujan skala dekade berdasarkan
variabilitas iklim ini bisa menjadi alternatif selain metode prediksi DCPP-WMO.