digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Lapangan geotermal umumnya berada pada lokasi yang sulit dijangkau dengan tutupan vegetasi yang tinggi, sehingga eksplorasi tahap awal membutuhkan waktu yang cukup banyak. Penginderaan jauh menjadi solusi untuk mendukung survei pendahuluan ini karena dapat mengidentifikasi area dengan tutupan vegetasi tinggi dengan pendekatan pada respons tumbuhan. Sehingga diharapkan eksplorasi tahap awal dapat berlangsung lebih efektif dan efisien. Manifestasi geotermal yang tampak pada fitur permukaan seperti mata air panas, lubang uap, dan fumarola, dapat berdampak pada cekaman vegetasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi area alterasi berdasarkan citra Sentinel-2B, respons tumbuhan paku di area alterasi dan non-alterasi, serta menganalisis efektivitas indeks vegetasi REVI dari citra Sentinel-2B untuk eksplorasi geotermal di Gunung Tangkuban Parahu dan Gunung Kamojang (Jawa Barat) serta Gunung Ijen (Jawa Timur). Data yang digunakan meliputi citra Sentinel-2B dan pengukuran klorofil pada tumbuhan paku. Metode yang digunakan mencakup rasio saluran dan indeks vegetasi untuk mengidentifikasi daerah alterasi dan cekaman vegetasi. Tumbuhan paku yang mengalami cekaman vegetasi karena tumbuh di tanah terkontaminasi dapat menjadi indikator tidak langsung dari keberadaan sistem geotermal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio saluran dan indeks vegetasi sesuai dengan pengukuran klorofil tumbuhan paku di lapangan. Berdasarkan citra Sentinel-2B, daerah alterasi diidentifikasi dengan komposit warna R, G, B untuk saluran 4/2, 11/12, 11/8A sebagai warna merah muda. Hal tersebut diperkuat dengan dilakukannya identifikasi indeks vegetasi REVI yang menunjukkan bahwa daerah yang teridentifikasi alterasi memiliki nilai REVI yang rendah dengan nilai < 0,3 yang menunjukkan bahwa pada daerah tersebut tanaman paku tumbuh semakin jarang sebagai respons dari tumbuh di wilayah yang tidak ideal, sehingga tanaman paku tumbuh tidak optimal sebagai upaya pertahanan diri menjadi lebih kering, kerdil, atau dalam kondisi yang terlalu ekstrem menyebabkan tanaman paku mati. Pengukuran terhadap nilai klorofil pada tumbuhan paku endemik mengkonfirmasi bahwa vegetasi di atas daerah alterasi berada dalam kondisi tercekam, dengan nilai klorofil < 10 SPAD.