JUNIARTI ABDURAHMAN HI TAHIR
PUBLIC Latifa Noor JUNIARTI ABDURAHMAN HI TAHIR
PUBLIC Latifa Noor JUNIARTI ABDURAHMAN HI TAHIR
PUBLIC Latifa Noor JUNIARTI ABDURAHMAN HI TAHIR
PUBLIC Latifa Noor JUNIARTI ABDURAHMAN HI TAHIR
PUBLIC Latifa Noor JUNIARTI ABDURAHMAN HI TAHIR
PUBLIC Latifa Noor JUNIARTI ABDURAHMAN HI TAHIR
PUBLIC Latifa Noor
Korosi merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi dalam industri pengolahan minyak bumi. Banyak kasus yang ditimbulkan oleh korosi, misalnya kerusakan pada tangki penampungan minyak, pipa bawah tanah dan peralatan lainnya. Pipa yang dipakai untuk mengalirkan minyak mentah ke tahap proses lebih lanjut terbuat dari baja karbon sangat mudah mengalami korosi. Metode pencegahan korosi yang paling baik dilakukan di bagian dalam pipa baja karbon adalah dengan menggunakan inhibitor. Inhibitor korosi dari senyawa organik memiliki keunggulan dibanding inhibitor korosi senyawa anorganik karena mudah didegradasi oleh lingkungan. Sintesis senyawa-senyawa organik yang digunakan sebagai inhibitor korosi masih jarang dilakukan. Salah satu inhibitor korosi dari senyawa organik adalah asam amino tetapi senyawa asam amino memiliki gugus karboksilat yang bersifat asam yang dapat mempercepat terjadinya korosi, sehingga perlu dilakukan proteksi terhadap gugus karboksilat tersebut. Proteksi gugus karboksilat pada asam amino akan meningkatkan daya inhibisinya terhadap korosi.
Dalam penelitian ini telah berhasil disintesis senyawa dipeptida benzoilalanilglisin metil ester. Reaksi sintesis berlangsung dalam tiga tahap. Tahap reaksi pertama adalah esterifikasi glisin dengan metanol menggunakan aktivator tionil klorida (SOCl2) menjadi senyawa glisin metil ester, berwujud kristal putih bertitik leleh 176,2oC. Karakterisasi menggunakan spektrum IR dan NMR glisin metil ester menunjukkan puncak dan pergeseran kimia khas C=O ester, C-O-C ester dan N-H primer. Tahap reaksi kedua adalah benzoilasi L-alanin menggunakan benzoil klorida dalam suasana basa menghasilkan senyawa benzoil alanin, berwujud kristal putih dengan titik leleh 148,9oC. Spektrum IR benzoil alanin menunjukkan puncak N-H sekunder dan O-H karboksilat. Tahap reaksi ketiga adalah penggabungan senyawa glisin metil ester dan senyawa benzoil alanin menggunakan pereaksi DCC (N,N’-Disikloheksilkarbodiimida) membentuk dipeptida benzoilalanilglisin metil ester berwujud kristal putih dengan titik leleh 112-113oC dan hasil samping dipeptida benzoilalanilglisin berwujud kristal putih-bening dengan titik leleh 186-187oC. Hasil samping tersebut terbentuk karena terjadi hidrolisis dipeptida benziolalanilglisin metil ester saat diekstraksi dengan aqua dm. Karakterisasi menggunakan spektrum IR, RMI-1H, RMI-13C dan MS dipeptida benzoilalanilglisin metil ester menunjukkan puncak khas C=O ester (1751 cm-1), C-O-C ester (1184-1207 cm-1), dipeptida benzoilalanilglisin menunjukkan puncak O-H karboksilat (3068-2600 cm-1). Spektrum RMI-1H benziolalanilglisin metil ester menunjukkan pergeseren kimia C-O-C ester pada 3,70 ppm, N-H sekunder pada 4,10 dan 4,80 ppm. Spektrum RMI-13C benziolalanilglisin metil ester menunjukkan pergeseren kimia karbonil ester pada 168,27 ppm dan karbonil amida pada 163,01 ppm dan 160,64 ppm. Data spektrofotometri massa atau mass spectroscopy (MS) benzoilalanilglisin metil ester dan benzoilalanilglisin secara berturut-turut menghasilkan puncak fragmentasi m/e = 264 dan 250.
Kemampuan inhibisi korosi senyawa hasil sintesis diuji dengan alat Potensiostat/Galvanostat PGZ 301 menggunakan metode Tafel pada konsentrasi 8 ppm dalam pelarut NaCl 1% dengan induksi gas CO2. Efisiensi inhibisi korosi glisin metil ester, benzoil alanin, dipeptida benzoilalanilglisin metil ester dan dipeptida benzoilalanilglisin berturut-turut adalah 63,34 %, 35,86 %, 68,40 % dan 27,72 %. Hasil ini menunjukan bahwa pembentukan dipeptida benzoilalanilglisin metil ester dari senyawa glisin yang terproteksi pada gugus karboksilat dan L-alanin yang terproteksi pada gugus amina meningkatkan daya inhibisi korosi akibat hilangnya pusat keasaman dari struktur asal glisin dan L-alanin yang dapat menimbulkan lingkungan korosif pada baja karbon