Operasi tambang ambrukan dengan lokasi tambang di bawah muka air tanah akan selalu dipengaruhi oleh aliran air tanah. Dalam keadaan tertentu operasi tambang ambrukan akan mempertimbangkan penirisan untuk mengurangi jumlah ‘passive inflow’ atau aliran rembesan yang akan masuk ke area operasi level ekstraksi. Perencanaan tambang biasanya melibatkan pemodelan dan simulasi air tanah untuk mengkaji jumlah aliran yang akan merembes ke dalam zona ekstraksi. Sejak sekitar tahun 1997 selama pengoperasian tambang ambrukan di daerah Eastern Erstberg Skarn System (EESS) dengan tambang-tambang ambrukan GBT/IOZ-DOZ-DMLZ, PT. Freeport Indonesia mengembangkan pemodelan air tanah menggunakan perangkat lunak MineDW untuk mengestimasi aliran rembesan ke zona level ekstraksi, meski demikian pemodelan yang dilakukan seringkali tidak memasukkan simulasi rencana penirisan yang akan dilakukan. Pemodelan lebih ditujukan kepada estimasi ‘passive inflow’ atau aliran rembesan yang akan didapatkan di level ekstraksi akibat rembesan air dari zona jenuh di sekeliling zona ambrukan. Sedangkan estimasi skala aliran penirisan lebih didasarkan pada premis bahwa “untuk mencapai keadaan di mana aliran rembesan ke level ekstraksi menurun mendekati nilai estimasi imbuhan pada luasan suatu ‘footprint’ tambang ambrukan, maka akan dibutuhkan aliran penirisan dari sekeliling footprint tambang yang lebih besar daripada estimasi rembesan ke level ekstraksi yang diperkirakan tidak akan pernah tercapai oleh usaha penirisan”. Tesis ini akan mengetengahkan hasil simulasi pemodelan untuk mengestimasi aliran rembesan ke level ekstraksi tambang DMLZ menggunakan model regional yang telah dikembangkan pada tahun 2017 dengan masukan rencana tambang DMLZ yang baru dan kajian prediktabilitas dengan melakukan simulasi balik penirisan yang dibutuhkan oleh tambang ambrukan DMLZ di langkah perencanaan tambang yang baru dan perbandingannya dengan aliran penirisan yang didapat setelah 10 tahun melakukan pengeboran dewatering sejak 2014.