Salah satu permasalahan yang dialami oleh sebagian besar petani kecil di Indonesia adalah kesulitan terhadap akses pasar untuk menjual produk hasil pertanian mereka, dan selama ini petani berperan sebagai penerima harga (price taker) yang harga produk pertaniannya ditentukan oleh tengkulak. Untuk membantu petani dalam memasarkan produknya salah satunya yaitu melalui peran lembaga Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) melalui pemasaran secara kolektif. Selain itu, BUMDes diharapkan dapat berperan sebagai pusat roda perekonomian desa yaitu menambah pendapatan desa dengan memanfaatkan potensi desa dan mampu memberikan benefit kepada penduduk desa berupa pelayanan dan finansial.
Pada penelitian ini dilakukan analisis mengenai kondisi saluran pemasaran produk pertanian dengan bauran pemasaran 7P (Product, Price, Promotion, Place, Process, People, Pysical evidence), serta perhitungan profit margin, dan share of profit. Analisis ini digunakan pada studi kasus produk pertanian singkong dan ubi cilembu di Desa Haurngombong dan sekitarnya. Selanjutnya dilakukan evaluasi manajemen usaha BUMDes untuk mengetahui kesiapan BUMDes dalam membantu pemasaran produk pertanian secara kolektif. Evaluasi menggunakan instrumen Balance Scorecard (BSC) yang terintegrasi dengan SAFA tools (Instrumen BSC-SAFA). Studi kasus dilakukan pada BUMDes Haurngombong Berbudi yang terletak di Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang.
Para pelaku usaha (aktor) dalam saluran pemasaran produk singkong yaitu petani, tengkulak, UMKM tape, UMKM kripik singkong, dan pengecer. Sedangkan untuk ubi cilembu yaitu petani, tengkulak, pedagang besar, UMKM keripik ubi cilembu, UMKM ubi cilembu bakar, dan pengecer. Berdasarkan hasil analisis bauran pemasaran 7P, aktor pemasaran yang memiliki pengelolaan bauran pemasaran 7P yang mendapatkan profit yang paling besar dalam saluran pemasaran produk singkong yaitu UMKM keripik singkong, sedangkan untuk saluran pemasaran ubi cilembu yaitu pedagang besar.
Pada saluran pemasaran produk singkong, profit margin yang diterima oleh petani saat penjualan kepada pihak UMKM kripik sebesar Rp 91.800,00/100kg, lebih tinggi dibandingkan penjualan kepada tengkulak sebesar Rp 29.800,00/100kg. Hal ini dikarenakan dengan penjualan kepada UMKM keripik, petani melakukan pemanenan sendiri sehingga penambahan nilai lebih besar. Namun share of profit yang didapatkan petani saat menjual kepada UMKM kripik sebesar 5% lebih kecil dibandingkan dengan penjualan kepada tengkulak (13-15%) yang menjualnya kepada pihak UMKM tape. Hal ini dikarenakan pengolahan singkong menjadi keripik lebih menguntungkan dibandingkan menjadi tape.
Pada saluran pemasaran produk ubi cilembu, profit margin yang didapatkan oleh petani dari terkecil hingga terbesar yaitu penjualan kepada pihak tengkulak (Rp 242.797,14), UMKM kripik (Rp 432.797,14), pedagang besar (Rp 442.797,14), dan UMKM ubi bakar (Rp 502.797,14) masing – masing per100 kg. Pengolahan ubi cilembu menjadi keripik lebih menguntungkan dibandingkan menjadi ubi cilembu bakar. Share of profit yang didapatkan oleh petani saat menjual di saluran yang menjual produk akhir keripik (17-22%) lebih kecil dibandingkan kepada aktor lain (29-59%). Berdasarkan perhitungan profit margin, dan share of profit, pengolahan singkong maupun ubi cilembu menjadi kripik secara profitabilitas paling tinggi.
Hasil evaluasi kondisi manajemen usaha BUMDes menggunakan instrumen penilaian BSC-SAFA menunjukkan bahwa dari perspektif keuangan masih diperlukan peningkatan. Berdasarkan perspektif pelanggan dan supplier menunjukkan bahwa partisipasi, stabilitas produksi dan pasar masih belum layak, sedangkan ekonomi lokal dan investasi masih membutuhkan peningkatan. Berdasarkan perspektif proses internal menunjukkan praktik audit holistik, tanggung jawab manajemen, dan transparansi masih belum layak, sedangkan sub tema lainnya masih perlu ditingkatkan lagi. Rendahnya hasil ketiga perspektif tersebut berakar pada belum terpenuhinya objektif pada perspektif karyawan dan kapasitas organisasi yaitu dalam hal investasi internal dan investasi jangka panjang. Selanjutnya, dari segi etika perusahaan, mata pencahariaan yang layak, serta keselamatan dan kesehatan manusia masih membutuhkan peningkatan, sedangkan berdasarkan tema hak buruh dan ekuitas berada pada kategori baik.
Analisis saluran pemasaran dan manajemen BUMDes Berbudi menunjukkan potensi posisi BUMDes di saluran pemasaran singkong yaitu menengahi pihak petani dan UMKM kripik. Begitu pula potensi posisi BUMDes dalam saluran produk ubi cilembu yaitu menggantikan peran tengkulak dan pedagang besar yang menengahi pihak petani dan UMKM. Hal ini untuk memastikan bahwa penyuplai produk mentah berasal dari petani Haurngombong dan share of profit antara petani dengan UMKM kripik menjadi lebih adil. BUMDes juga bisa menjadi pengecer kripik untuk memastikan bahwa penjualan kripik dapat dilakukan secara terus menerus. Hasil analisis kondisi manajemen menujukkan bahwa BUMDes masih belum memadai terutama dalam perspektif karyawan dan kapasitas organisasi, sehingga masih memerlukan pengembangan dan pengambilan peran secara bertahap.
Pada penelitian ini didapatkan formulasi peta strategis pengembangan BUMDes Haurngombong Berbudi menggunakan instrumen BSC-SAFA dalam memasarkan produk hasil pertanian. Didapatkan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan oleh BUMDes Berbudi untuk memenuhi objektif pada perspektif karyawan dan kapasitas organisasi, perspektif proses internal, serta perspektif pelanggan dan supplier (petani dan UMKM). Perspektif keuangan BUMDes dapat dicapai dengan pemenuhan ketiga perspektif sebelumnya yang tentunya akan mengarah pada visi BUMDes Berbudi yaitu “Terwujudnya pengelolaan kegiatan usaha BUMDes menjadi mitra terpercaya masyarakat dalam peningkatan ekonomi desa”.