Dunia saat ini mengalami transisi energi dari sumber energi fosil ke energi baru terbarukan. Di Indonesia, sektor pembangkitan listrik didominasi oleh PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) berbasis batu bara yang menyumbang 50% dari total pembangkitan listrik. Proses transisi ini menghadapi tantangan fluktuasi listrik basis energi terbarukan. Dalam konteks ini, PLTU batu bara dituntut untuk mampu mengatasi fluktuasinya.
Namun, PLTU batu bara berkarakter baseload power plant dengan fleksibilitas rendah, tidak sesuai dengan kebutuhan fluktuasi energi terbarukan. Untuk meningkatkan fleksibilitas PLTU adalah dengan memperkecil beban parsial minimumnya. Beban minimum rendah memberikan rentang operasi yang lebih luas dan mengurangi kemungkinan PLTU untuk dimatikan. PLTU Tanjung Jati B digunakan sebagai studi kasus, pemodelan dan analisis dibuat menggunakan aplikasi Aspen Plus V11 pada berbagai tingkat beban parsial untuk mengevaluasi kemungkinan operasi pada tingkat beban parsial 20%. Pemodelan sistem PLTU divalidasi dengan membandingkan data simulasi dengan data asli. Analisis hasil simulasi memberikan wawasan tentang potensi penggunaan PLTU batu bara sebagai sistem cadangan dalam transisi energi global.
Berdasarkan penelitian, pemodelan PLTU berhasil tervalidasi untuk setiap kondisi beban. Data beban 20% berhasil diprediksi dan berhasil disimulasikan. Efisiensi siklus pada beban 20% yang didapat bernilai 37,89%. Operasi pada beban 20% dapat dicapai dengan menganalisis dan mengubah konfigurasi operasi dua unit BFP (Boiler Feed Pump) menjadi hanya satu unit, dan hanya mengaktifkan dua unit pulverizer/ penggiling batu bara yang terhubung dengan burner tertinggi. Tanpa ada penambahan sistem baru dalam PLTU.