Pertumbuhan penduduk yang semakin pesat serta keragaman aktivitas khususnya di kota besar di Indonesia, seperti Kota Bandung, mengakibatkan munculnya persoalan dalam pelayanan prasarana seperti pengelolaan sampah. Berdasarkan data SIPSN, pada tahun 2022 sampah yang terkelola mencapai 96,78% atau 3% sampah berakhir ke Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Sarimukti. Kondisi TPPAS Sarimukti yang sudah over capacity, maka tahun 2024 akan ditutup. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung yaitu membangun fasilitas pengolahan sampah berupa Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST). Selain itu, program pembangunan TPST pun digagas oleh Improvement of Solid Waste Management to Support Regional Area and Metropolitan Cities (ISWMP). Tujuan penelitian ini yaitu menentukan faktor yang berpengaruh dalam pengelolaan sampah di TPST program (TPST Cicukang Holis) dan non-program (TPST Babakan Sari) dan merencanakan tarif pengelolaan sampahnya. Sasaran responden yaitu 100 sampel masyarakat yang terlayani pengangkutan sampah ke TPST Cicukang Holis dan 154 sampel masyarakat yang terlayani pengangkutan sampah ke TPST Babakan Sari (persentase error 8%). Pengambilan data melalui observasi, kuesioner, dan wawancara. Penelitian ini menganalisis 5 (lima) aspek dalam pengelolaan sampah di permukiman yaitu teknis operasional, peraturan, peran serta masyarakat, pembiayaan, dan kelembagaan. Metode yang digunakan yaitu metode SEM (Structural Equation Modelling) untuk menentukan faktor yang berpengaruh dalam pengelolaan sampah di TPST dan CVM (Contingent Valuatin Method) serta kalkultor sampah (Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2021) untuk merencanakan tarif pengelolaan sampahnya. Hasil penelitian menunjukkan jika faktor yang paling berpengaruh dalam pengelolaan sampah di TPST yaitu aspek pembiayaan dengan nilai 0,434 (TPST Cicukang Holis) dan 0,404 (TPST Babakan Sari). Kemudian, faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kemauan membayar (WTP) jasa pelayanan pengelolaan sampah yaitu tingkat pendidikan terakhir dan pendapatan. Nilai rata-rata kemampuan membayar (ATP) masih ada yang melebihi nilai rata-rata kemauan membayar (WTP) akibat masyarakat belum merasakan utilitas dari jasa pelayanan pengelolaan sampah. Lalu, nilai tarif retribusi hasil kalkulator sampah lebih besar dari CVM sehingga diperlukan subsidi dari Pemerintah. Selain itu, terbentuknya skema insentif dan disinsentif dalam pengelolaan sampah.