Representasi merupakan proses seleksi dengan memilih aspek yang mewakili suatu realitas
sehingga tidak menggambarkan kebenaran atau kenyataan keadaan sebenarnya. Penelitian ini
didasari pada masalah maraknya penggunaan topik feminisme dalam film animasi yang sering
menghasilkan representasi feminisme yang monoton, penggambaran karakter perempuan
cenderung dibuat dengan daya tarik seksual dan kepribadian maskulin. Oleh karena itu, diperlukan
penggambaran desain karakter yang berbeda, baik dari ciri eksplisit maupun inti karakter, yang
diduga ditemukan dalam film animasi Studio Ghibli. Karakter perempuan sering kali mendapat
peran pasif dalam sebuah interaksi sesama karakter, terutama jika terdapat karakter laki-laki. Film
animasi Studio Ghibli diduga memiliki penggambaran interaksi yang berbeda antara karakter
utama perempuan dengan karakter lain maupun dengan lingkungannya. Penulis bermaksud
meneliti representasi feminisme terutama ekofeminisme, feminisme liberal, dan feminisme
gelombang ketiga dalam karakter utama perempuan di film animasi Studio Ghibli. Pemilihan objek
penelitian didasari oleh karakteristik film-film Ghibli yang mampu menyampaikan pesan tersirat
mengenai perjuangan karakter utama yang pada umumnya berupa perempuan muda dengan
mengangkat tema lingkungan. Penelitian ini mengkaji desain karakter untuk memahami
representasi feminisme melalui ciri-ciri eksplisit dan inti dari karakter, serta menganalisis interaksi
karakter utama dengan karakter lain dan lingkungan sekitarnya. Penelitian dilakukan dengan
pendekatan kuantitatif berbasis analisis konten terhadap karakter utama perempuan film animasi
Studio Ghibli yang disutradarai Hayao Miyazaki yang rilis pada tahun 1984-2001. Penelitian
dilakukan dengan menentukan pertanyaan penelitian, memilih materi penelitian, membuat
kategori analisis berdasarkan teori desain karakter, membagi konten materi film, menandai bagian
yang dianalisis, melakukan analisis utama, dan menginterpretasi hasil analisis. Pemilihan terhadap
film dilakukan sebab sebelum tahun 1980, perempuan Jepang hanya diperbolehkan untuk memiliki
fokus ke pernikahan, masyarakat menganggap istri sebagai pekerjaan bagi perempuan. Film yang
dipilih dibuat pada masa terjadinya perubahan pandangan terhadap perempuan Jepang pada tahun
1990-an baik dalam segi peningkatan edukasi dan lapangan kerja bagi perempuan maupun
pandangan bahwa pernikahan bukan merupakan fokus utama dalam tujuan hidup perempuan.
Pada masa tersebut, perempuan Jepang dipebolehkan untuk menjalani edukasi dalam ilmu
kesejahteraan rumah tangga (home economic) dan ilmu kemanusiaan. Empat film yang dipilih
ialah Nausicaa The Valley of The Wind (1984), My Neighbor Totoro (1988), Kiki’s Delivery
Service (1989), dan Spirited Away (2001). Keempat film tersebut memiliki karakter utama yang
bernama Nausicaa, Satsuki Kusakabe, Kiki, dan Chihiro Ogino. Peneliti mereduksi kategori desain
karakter milik Robert McKee yang dibagi menjadi tiga elemen ciri eksplisit, empat elemen inti
karakter, dan dua konflik yang menimbulkan interaksi karakter. Setelah melewati proses
pembagian konten film dan menandai bagian yang dianalisis, hasil identifikasi menunjukkan
bentuk tubuh yang tidak berupa jam pasir (hourglass) melainkan bentuk buah pir, bulat, dan kotak.
Setiap karakter juga memiliki kostum dan atribut yang mengalami perubahan seiring berjalannya
cerita, kostum dan atribut karakter tidak terbuka atau seksual. Hasil identifikasi terhadap inti
keempat karakter utama tersebut menunjukkan sisi internal yang gigih, kuat, dan berani. Keempat
karakter memiliki inti personal yang berkaitan erat dengan keluarga dan inti sosial yang aktif
berinteraksi dengan karakter lain. Setiap individu karakter memiliki inti bawah sadar berisi rasa
bimbang, cemas, dan takut yang kemudian menghilang seiring berjalannya cerita kecuali pada
karakter Kiki. Hasil penelitian menunjukkan adanya representasi feminisme dalam keempat film
Studio Ghibli tersebut, yaitu di bidang feminisme liberal dengan menentukan pilihan sendiri dan
kesetaraan dengan laki-laki, feminisme gelombang ketiga pada sisi pembelajaran bagi diri, dan
ekofeminisme Jepang yang mengimplementasi kesetaraan seluruh makhluk, baik manusia maupun
lingkungan sebab keduanya merupakan keturunan Kami (Tuhan).