digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Secara fisiologi, terdapat beragam jenis tenunan yang dihasilkan oleh masyarakat Sumba Timur dengan teknik, format hingga kegunaan yang berbeda-beda. Dari beberapa diantara jenis tenunan tersebut, secara umum hanya terdapat 2 jenis tenunan yang terdiri dari 2 helai kain atau lebih dalam tiap produknya, yaitu lau (sarung wanita) dan hinggi (sampiran pria). Hinggi sendiri merupakan istilah dalam bahasa Kambera yang merujuk pada kain sampiran berukuran panjang dan lebar untuk dikenakan pria di Sumba Timur yang terdiri dari 2 helai kain dengan desain identikal satu sama lain yang ditenun secara terpisah dan disambung menjadi satu kain utuh menggunakan jahitan manual (uttu dalam bahasa Sumba) searah lungsi untuk mencapai dimensi yang lebih lebar. Keunikan hinggi tidak hanya terletak pada teknik pembuatan maupun motifnya saja, melainkan pada bagian detail seperti jahitan uttu yang menyambungkan dua helai kain menjadi satu hinggi utuh. Terdapat beragam jenis jahitan yang terdapat pada hinggi dengan desain dan teknik yang berbeda-beda, namun hanya beberapa saja yang masih dipraktekkan hingga saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam beragam teknik dan pola jahitan di atas hinggi beserta makna filosofis di baliknya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini berupa metode kualitatif dengan pendekatan analisis konten dan wawancara untuk mencari makna di balik jahitan yang terdapat pada kain berjenis hinggi. Hasil dari penelitian ini mencakupi penjelasan mengenai proses kreatif di balik pewujudan pola jahitan tersebut, serta fungsi dan makna filosofis jahitan uttu sebagai bagian dari hinggi secara utuh.