Abstrak - Gabriana Akhira Malik
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Irwan Sofiyan
» Gedung UPT Perpustakaan
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan salah satu komoditas perikanan
budidaya air tawar di daerah tropis yang memiliki volume produksi terbesar kedua
setelah ikan mas. Beberapa negara berkembang menjadikan ikan nila sebagai
sumber protein alternatif untuk memenuhi kebutuhan pangan protein hewani,
sehingga meningkatkan permintaan yang tinggi di pasaran. Namun, terdapat
tantangan dalam proses budidayanya pada sistem terbuka, yaitu terjadinya
penurunan kualitas air karena akumulasi senyawa nitrogen inorganik terlarut,
seperti ammonium dan nitrit. Pengembangan sistem hybrid antara ZWD (Zero
Water Discharge) dan RAS (Recirculating Aquaculture System) merupakan salah
satu alternatif budidaya yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Dalam sistem RAS, proses biofiltrasi biasanya menggunakan bakteri
nitrifikasi yang diinokulasikan pada biofilter untuk menurunkan ammonium dan
nitrit. Pada penelitian ini, penurunan ammonium dan nitrit ditingkatkan
efesiensinya dengan menggunakan bakteri heterotrof, yaitu Pseudomonas monteilii
dan Pseudomonas mosselii melalui proses asimilasi, serta bakteri nitrifikasi.
Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu 1) pengondisian biofilter dan
pengujian suksesi pembentukan biofilm selama 14 hari sebelum masa budidaya
dengan menambahkan bakteri nitrifikasi pada seluruh tangki biofilter, serta
penambahan kedua bakteri dengan variasi berbeda, yaitu tangki biofilter perlakuan
pertama diberikan P. monteilii dan P. mosselii (‘BS’), sementara perlakuan kedua
hanya diberikan P. monteilii (‘BF’), 2) budidaya ikan nila selama 28 hari, serta 3)
analisis data pengamatan, termasuk kualitas air, komunitas mikroba, dan performa
pertumbuhan ikan. Kedua perlakuan dibandingkan dengan kontrol (‘K’) yang hanya
diberikan bakteri nitrifikasi pada biofilternya. Hasil penelitian menunjukan suksesi
pembentukan biofilm pada perlakuan BS lebih cepat satu minggu dibandingkan
perlakuan lainnya dengan laju breakdown capacity: 25 ppm NH4+ dan 25 ppm NO2-
per hari. Selama proses budidaya, parameter kualitas air, seperti suhu, dissolved
oxygen, pH, amonium, nitrit, dan nitrat pada ketiga perlakuan masih berada pada
rentang toleransi untuk pertumbuhan ikan nila, tetapi kualitas air terbaik teramati
pada perlakuan BS dengan rentang kadar ammonium sebesar 0-5 ppm dan nitrit
sebesar 0-1,52 ppm. Sementara itu, hasil analisis statistik performa pertumbuhan
tertinggi dijumpai pada perlakuan BF yang memiliki total biomassa sebesar 105,60
± 19,47 gram dan tingkat kesintasan ikan sebesar 59,01 ± 7,06% dibandingkan
perlakuan BS dan K (P<0,05). Parameter lainnya, seperti rata-rata berat akhir, ratarata
pertumbuhan harian, dan rasio konversi pakan budidaya dari ketiga perlakuan
tidak berbeda secara signifikan (P>0,05). Hasil pengamatan tersebut didukung
dengan dinamika komunitas mikroba yang ada pada sampel air budidaya dan ikan
nila. Indeks keanekaragaman teramati lebih tinggi pada kedua sampel perlakuan K
dibandingkan BS dan BF. Secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa
penggunaan bakteri heterotrof dalam biofilter memberikan dampak yang lebih baik
terhadap kualitas air, performa pertumbuhan, dan komunitas mikroba karena
mampu meningkatkan tingkat kesintasan, sehingga dapat diterapkan dalam
penggunaan sistem hybrid tertutup ZWD-RAS untuk budidaya ikan nila. Namun,
diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai rasio maupun konsentrasi penambahan
bakteri ke dalam biofilter yang optimal untuk lebih menunjang kestabilan kualitas
air, serta performa budidaya ikan nila pada tahap pre-nursery.