digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Bandar Udara Internasional Juanda merupakan bandar udara tersibuk ketiga di Indonesia, sebagai pintu gerbang utama menuju Jawa Timur baik penerbangan domestik maupun internasional. Pada awal tahun 2024 ini, Bandara Juanda menambah 5 rute baru yang sebelumnya hanya melayani 30 rute penerbangan menjadi 35 rute penerbangan. Maka dari itu, jumlah penumpang diperkirakan akan terus meningkat di tahun mendatang, beriringan dengan banyaknya kebutuhan pergerakan. Banyaknya kebutuhan pergerakan melalui Bandara Juanda menimbulkan isu overcapacity pada bandara ini. Sehingga perlu dilakukan evaluasi dan perancangan pengembangan khususnya pada fasilitas sisi udara. Evaluasi kondisi eksisting dan perancangan pengembangan fasilitas sisi udara mengacu pada standar yang diterbitkan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization) dan FAA (Federal Aviation Administration). Prosedur yang dilakukan untuk evaluasi dan perancangan pengembangan dimulai dengan memproyeksikan pergerakan penumpang dan pergerakan pesawat untuk 20 tahun rencana. Evaluasi dan perancangan pengembangan fasilitas sisi udara meliputi runway, taxiway, dan apron dilanjutkan dengan perancangan struktur perkerasannya. Perancangan struktur perkerasan dilakukan dengan mengembangkan dua skenario perancangan, yakni skenario untuk rekonstruksi dan skenario overlay dengan menggunakan bantuan perangkat lunak berupa FAARFIELD 2.1 dan COMFAA 3.0. Kemudian dilanjutkan dengan perancangan sambungan untuk perkerasan kaku, perancangan marka untuk fasilitas sisi udara, dan perhitungan Bill of Quantity (BOQ). Pesawat kritis yang beroperasi di Bandar Udara Internasional Juanda pada tahun rencana ada Boeing 777-300 ER. Pada tahun rencana, diperoleh perlu adanya perpanjangan geometri pada runway, taxiway, dan perluasan pada apron. Dari segi perkerasan, perlu dilakukan adanya perbaikan perkerasan pada beberapa segmen runway, taxiway utara, dan apron. Berdasarkan perhitungan Bill of Quantity (BOQ), diketahui skenario perancangan struktur perkerasan kedua (overlay) mengasilkan total biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan skenario perancangan struktur perkerasan pertama (rekonstruksi) untuk umur layan yang sama selama 20 tahun yaitu sebesar Rp1,261,267,650,446.03.