Gearless Mill Drive (GMD) merupakan salah satu peralatan produksi pada pabrik
pengolahan concentrate tembaga yang memegang peranan penting dalam
keseluruhan proses produksi. GMD menggunakan motor sinkron, di mana rotor
coil menjadi bagian integral dari konstruksi mill. Dengan meningkatnya
permintaan tembaga akibat program elektrifikasi, mendorong stakeholders untuk
menuntut ketersediaan (availability) dan pemanfaatan (utilization) yang tinggi
untuk unit produksi ini. Namun, upaya optimasi sistem maintenance GMD
menghadirkan tantangan yang kompleks dan memerlukan persiapan yang matang.
Hal ini dikarenakan pabrik pengolahan dan tambang yang berada di area terpencil
memiliki tantangan geografis dan operasional yang signifikan. Upaya-upaya
pemeliharaan telah dilakukan untuk memperpanjang usia operational yang
diharapkan. Namun, efektivitas dari pekerjaan perawatan tersebut perlu dikaji
ulang. Analisis risiko-biaya dapat dilakukan untuk mempertimbangkan efektivitas
pekerjaan perawatan dalam mengurangi risiko kegagalan mesin dan
menyeimbangkan komponen biaya, baik itu biaya pemeliharaan (maintenance cost)
maupun opportunity cost yang timbul akibat kegiatan pemeliharaan.
Failure Mode and Effect Analysis (FMEA), salah satu alat Six Sigma, dapat
digunakan untuk menilai risiko potensial dan dampaknya pada mesin atau unit
produksi, serta efektivitas sistem deteksi dan pencegahan kerusakan, termasuk
program pemeliharaan. FMEA memiliki beberapa keterbatasan, salah satunya
adalah subjektivitas penilaian oleh narasumber. Untuk menjawab permasalahan
dan keterbatasan FMEA, Analytic Hierarchy Process (AHP), sebagai salah satu
alat Multi Criteria Decision Making (MCDM), dapat digunakan. Dalam penelitian
ini, AHP digunakan untuk analisis Risiko-Biaya dimana 1) Faktor risiko dari
masing-masing failure mode dibandingkan secara berpasangan 2) Perbandingan
antara faktor risiko dan faktor biaya untuk menentukan kriteria yang menjadi
prioritas pengambil keputusan secara agregat 3) Alternatif solusi pemeliharaan
dengan kerangka kerja penjadwalan pekerjaan digunakan sebagai alternatif pada
AHP. Dalam prosesnya, didapati bahwa pengambil keputusan melihat adanya
kebutuhan untuk secara kritis melakukan peninjauan ulang pada penjadwalan
pekerjaan pemeliharaan, serta memahami pentingnya pekerjaan pemeliharaan,
sehingga alternatif implementasi strategi run-to-failure menjadi pilihan yang
paling tidak diharapkan. Analisis Risiko-Biaya dalam bidang pemeliharaan
memungkinkan optimalisasi pekerjaan pemeliharaan dengan risiko terukur yang
sesuai. Optimalisasi ini dapat memaksimalkan ketersediaan dan pemanfaatan unit
produksi untuk mencapai target produksi. Penting bagi semua pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa unit produksi dapat beroperasi secara
produktif dan aman melampaui masa operational yang diharapkan.