Minyak kelapa sawit menduduki sector industri terbesar di Indonesia dengan jumlah ekspor
sekitar 22,67 juta ton per tahun 2022. Dalam 1 ton Tandan Buah Sawit (TBS) membutuhkan
1 m3
air bersih dalam proses produksinya. Limbah cair yang dihasilkan dari produksi minyak
kelapa sawit setara dengan 0,6-0,8 m3
per 1 m3
air bersih yang digunakan. Dengan kata lain,
industri minyak kelapa sawit tergolong industri yang tidak hemat energy dan berpotensi
mencemari lingkungan. Pada umumnya limbah cair yang dikenal dengan Palm Oil Mill
Effluent (POME) diolah menggunakan proses anaerob-aerobik yang menyisakan lumpur yang
dikenal dengan Palm Oil Mill Sludge (POMS). Kedua jenis limbah ini masih memiliki nilai
fungsi apabila diolah dengan baik salah satunya menjadikan POME sebagai bahan baku air
daur ulang untuk unit boiler. POME terolah mengandung magnesium dan kalsium terlarut
sebesar 81,84 mgl/ dan 54,85 mg/l yang dapat memicu terbentuknya kerak pada peralatan
boiler. Kendati demikian, POME memerlukan perlakuan tambahan untuk menghilangkan
kandungan Mg2+ dan Ca2+
yang cukup tinggi dan berpotensi menyebabkan kerak pada unit
boiler. POMS diaktivasi menggunakan senyawa KOH 4 M dan termal menggunakan pirolisis
pada suhu 700 oC dengan injeksi gas nitrogen 1,2 L/menit selama 1 jam. Pengujian adsorpsi
menggunakan SBAC dilakukan pada suhu 25 ± 1 oC, pH 7,12, dan kecepatan pemutaran
1000 rpm. Air sadah diperoleh dari pencampuran garam MgCl2 sebanyak 3 gram dan CaCl2
sejumlah 1,67 gram dalam 1000 ml air akuades akan menghasilkan air sadah dengan
konsentrasi sebesar 103-105 mg/l. Kondisi optimum diperoleh pada waktu kontak 45 menit
dengan dosis adsorben 1,8 gram dengan kecepatan pemutaran 1000 rpm pada suhu 25 ± 1 oC
dan pH 7,12. Efisiensi penyisihan untuk SBAC dalam menyisihkan kalsium dan magnesium
berturut-turut adalah 78.89% dan 73.33% dengan kapasitas adsorpsi 4.39 mg/g untuk
penyisihan kalsium dan 1.09 mg/g untuk penyisihan magnesium. Pada uji FTIR ditemukan
gugus hidroksil (O-H) dan karboksil (-COOH) pada permukaan SBAC yang dapat menarik
ion magnesium dan ion kalsium ke permukaan. Berdasarkan pengujian SEM-EDS ditemukan
bahwa ukuran pori yang terdeteksi pada perbesaran maksimal adalah 0,5-1 mikron dengan
bentuk permukaan yang asimetris dan kasar berpori. Sedangkan uji EDS menunjukkan bhawa
permukaan SBAC yang semula mengandung 1,04% magnesium dan 1,94% kalsium
mengalami peningkatan setelah mengalami proses adsorpsi sebesar 4,31% untuk Mg dan
6,91% untuk Ca yang mengindikasikan bahwa ion magnesium dan ion kalsium berhasil terjerap pada pori pori permukaan SBAC yang mikroporus. Sludge Based Activated Carbon
(SBAC) dengan karakteristik bilangan iodine sebesar 821 mg/g dengan kadar air, kadar abu,
kadar volatile, dan Fixed Carbon berturut-turut adalah 11.5%, 23.63%, 15.37%, dan 62.96%.
Hasil uji PSA menunjukkan bahwa ukuran pori SBAC terklasifikasi mikroporus yaitu
berukuran 1,7 nm dengan pola model isoterm Langmuir dan kinetika adsorpsi first order.
Aplikasi Eksisting SBAC terhadap POME PT. X mengalami penurunan efisiensi penyisihan
sebesar 51,41% untuk ion Ca2+ dan 60,20% untuk ion Mg2+. Apabila SBAC dibandingkan
dengan CAC terlihat bahwa SBAC memiliki kemampuan penjerapan yang lebih baik
dibandingkan CAC dalam menjerap ion magnesium dan ion kalsium. Produksi SBAC
mengalami penyusutan massa sebesar 58,38% sehingga dalam menerapkan SBAC sebagai
adsorben memerlukan kajian lanjutan terkait biaya produksi dan pemeliharaan SBAC. Biaya
produksi yang diperlukan dalam menyiapkan lumpur IPAL Pabrik Kelapa Sawit (PKS)
menjadi SBAC adalah Rp 1.193.827,43 dengan masa regenerasi SBAC sebanyak 3 kali.