digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Korelasi antara intensitas sinar kosmik dengan 11 parameter matahari dan antarplanet telah dilakukan. Kami menggunakan modulasi intensitas sinar kosmik yang diamati pada empat stasiun berbeda dengan garis lintang dan kekakuan cutoff yang berbeda. Metode PLS digunakan untuk memeringkat parameter dan akan dibandingkan dengan metode PCA. Hasil metode PLS menunjukkan bahwa parameter jumlah bintik Matahari, IMF, HCS, dan kecepatan plasma memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap modulasi intensitas sinar kosmik di semua kasus dan semua stasiun berdasarkan magnitudo komponen pertama. Dalam hal pengaruh tipe halo CME, parameter penting adalah jumlah bintik Matahari, IMF, HCS, kecepatan CME, dan kerapatan proton. Selama fenomena partikel energetik Matahari, parameter signifikansi adalah jumlah bintik Matahari, IMF, HCS, SPEs, dan kecepatan plasma. Kasus keempat diuji menggunakan metode PCA dan menunjukkan hasil yang sama dengan metode PLS. Parameter jumlah bintik Matahari, IMF, HCS, kecepatan CME, dan kerapatan proton merupakan parameter kuat yang mempengaruhi modulasi sinar kosmik. Kami juga mencoba menganalisanya di stasiun PSNM dan mendapatkan hasil yang berbeda. Parameter By, Bx, dan cone angle merupakan parameter kuat dalam mempengaruhi modulasi intensitas sinar kosmik pada kedua metode tersebut. Hal ini dimungkinkan karena pengaruh parameter tersebut terhadap modulasi sinar kosmik bergantung pada garis lintang. Hasil dari kedua metode ini akan dianalisis menggunakan metode simulasi MHD. Simulasi MHD dilakukan pada Carrington Rotation (CR) 2009 dan 2179 di mana pada CR 2009 terjadi badai Hallowen sedangkan CR 2179 untuk mengcover data dari stasiun PSNM. Hasilnya, parameter kerapatan, kecepatan, dan medan magnet memiliki korelasi yang lebih jelas dibandingkan temperatur terhadap sinar kosmik. Hal ini memperkuat bukti bahwa sebagian besar variasi sinar kosmik dipengaruhi oleh parameter kuat.