Korelasi antara intensitas sinar kosmik dengan 11 parameter matahari dan
antarplanet telah dilakukan. Kami menggunakan modulasi intensitas sinar kosmik
yang diamati pada empat stasiun berbeda dengan garis lintang dan kekakuan cutoff
yang berbeda. Metode PLS digunakan untuk memeringkat parameter dan akan
dibandingkan dengan metode PCA. Hasil metode PLS menunjukkan bahwa
parameter jumlah bintik Matahari, IMF, HCS, dan kecepatan plasma memberikan
pengaruh yang lebih besar terhadap modulasi intensitas sinar kosmik di semua
kasus dan semua stasiun berdasarkan magnitudo komponen pertama. Dalam hal
pengaruh tipe halo CME, parameter penting adalah jumlah bintik Matahari, IMF,
HCS, kecepatan CME, dan kerapatan proton. Selama fenomena partikel energetik
Matahari, parameter signifikansi adalah jumlah bintik Matahari, IMF, HCS, SPEs,
dan kecepatan plasma. Kasus keempat diuji menggunakan metode PCA dan
menunjukkan hasil yang sama dengan metode PLS. Parameter jumlah bintik
Matahari, IMF, HCS, kecepatan CME, dan kerapatan proton merupakan parameter
kuat yang mempengaruhi modulasi sinar kosmik. Kami juga mencoba
menganalisanya di stasiun PSNM dan mendapatkan hasil yang berbeda. Parameter
By, Bx, dan cone angle merupakan parameter kuat dalam mempengaruhi modulasi
intensitas sinar kosmik pada kedua metode tersebut. Hal ini dimungkinkan karena
pengaruh parameter tersebut terhadap modulasi sinar kosmik bergantung pada garis
lintang. Hasil dari kedua metode ini akan dianalisis menggunakan metode simulasi
MHD. Simulasi MHD dilakukan pada Carrington Rotation (CR) 2009 dan 2179 di
mana pada CR 2009 terjadi badai Hallowen sedangkan CR 2179 untuk mengcover
data dari stasiun PSNM. Hasilnya, parameter kerapatan, kecepatan, dan medan
magnet memiliki korelasi yang lebih jelas dibandingkan temperatur terhadap sinar
kosmik. Hal ini memperkuat bukti bahwa sebagian besar variasi sinar kosmik
dipengaruhi oleh parameter kuat.