Terdapat perusahaan pengumpul sampah yang telah menyebarkan
sistem bank sampah botol plastik berupa Mini Collection Point (MCP) yang
memberikan reward dalam bentuk poin pada aplikasi yang bisa ditukarkan dengan
uang elektronik ataupun voucher belanja. Berdasarkan analisis potensi, diketahui
bahwa Jakarta Selatan memiliki timbulan sampah botol plastik sebesar 94,18
ton/tahun dan hanya 21,62% sampah botol plastik yang di daur ulang. Program
MCP harusnya diharapkan dapat membantu meningkatkan jumlah daur ulang
tersebut, sehingga target pemerintah Jakarta untuk meningkatkan daur ulang
sampah hinggs 30% pada tahun 2032 dapat tercapai. Namun pada kenyataannya,
keberjalannya masih belum optimal. Dari kuesioner yang telah dilakukan, diketahui
bahwa penempatan lokasi yang kurang strategis dan kurangnya sosialisasi menjadi
masalah pengumpulan utama sistem MCP. Berdasarkan analisis data kuesioner
menggunakan software SPSS 26, diketahui bahwa faktor lokasi dan sistem
pengumpulan menjadi faktor yang paling mempengaruhi minat masyarakat dalam
pemilahan pada sistem eksisting dengan angka korelasi Pearson 0,655 dan 0,652
yang menunjukkan korelasi kuat. Berdasarkan hasil wawancara pengelola,
didapatkan bahwa terdapat pula masalah perilaku dan juga konflik kepentingan
yang menjadi masalah pengelolaan yang perlu perhatian. Dari contoh pengelolaan
yang didapatkan dari dalam dan luar negeri, dibentuk skenario pengembangan
sistem pengelolaan berdasarkan gabungan dari sistem pengumpulan dan sumber
insentif pada pengelolaan Ojeke Inyong (JekNyong) dari Banyumas, dengan sistem
pengolahan dan peran pemerintah pada pengelolaan Deposit Return System (DRS)
dari Uni-Eropa untuk mengatasi masalah pengelolaan dan meningkatkan
pengumpulan sampah daur ulang hingga sekitar 8,5% di tahun 2032.
Kata kunci: sampah botol plastik, bank sampah, berbasis aplikasi