Apoteker merupakan tenaga kesehatan yang telah menempuh pendidikan farmasi dan menjalankan
praktik kefarmasian. Paradigma pelayanan kefarmasian yang awalnya berorientasi kepada produk telah
berkembang menjadi berorientasi kepada pasien yang dikenal sebagai asuhan kefarmasian. Kegiatan
asuhan kefarmasian mengharuskan apoteker untuk berinteraksi dengan pasien. Hubungan yang baik
antara apoteker dan pasien dapat membuat pasien memberikan kepercayaan terhadap apoteker.
Permasalahan pada pelayanan kefarmasian terjadi ketika pasien dan apoteker memiliki perbedaan
pandangan terkait peran apoteker dalam memberikan pelayanan kefarmasian. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui persepsi masyarakat terkait peran apoteker dalam pelayanan kesehatan serta faktor
yang mempengaruhi persepsi tersebut. Metode studi yang digunakan adalah metode potong lintang
prospektif dengan melakukan penyebaran angket dalam rentang waktu April hingga Juli 2023. Total
responden didapatkan sebanyak 323 orang. Sebagian besar responden memiliki persepsi positif
terhadap pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker (n=302; 93,4%), pandangan umum
terkait apoteker (n=300; 92,9%), dan kepercayaan terhadap peran apoteker dalam melaksanakan
asuhan kefarmasian (n=280; 86,7%). Faktor yang mempengaruhi bagaimana masyarakat memandang
apoteker adalah keramahan apoteker (87%), apoteker memahami keilmuan dengan baik (90,7%), cara
apoteker berkomunikasi dengan pasien (91,9%), lingkungan dan fasilitas (83,3%), serta waktu tunggu
layanan (74,6%). Akses pelayanan yang diharapkan masyarakat yaitu apotek harus senantiasa memiliki
kelengkapan persediaan obat (82,3%), apoteker harus memiliki kecakapan yang baik (89,5%), apoteker
harus memperhatikan sikapnya (83,3%), dan apotek harus memiliki tempat khusus untuk berkonsultasi
(69,1%). Selain itu, tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin, usia, pendidikan
terakhir, penghasilan, maupun pekerjaan terhadap persepsi dengan p-value>0,05.