ABSTRAK Alfarel Ridwan Syaifullah
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
BAB 1 Alfarel Ridwan Syaifullah
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
BAB 2 Alfarel Ridwan Syaifullah
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
BAB 3 Alfarel Ridwan Syaifullah
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
BAB 4 Alfarel Ridwan Syaifullah
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
BAB 5 Alfarel Ridwan Syaifullah
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
BAB 6 Alfarel Ridwan Syaifullah
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
PUSTAKA Alfarel Ridwan Syaifullah
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
LAMPIRAN Alfarel Ridwan Syaifullah
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Terbatas Yoninur Almira
» Gedung UPT Perpustakaan
» ITB
Transportasi publik sebagai tulang punggung kegiatan mobilisasi masyarakat
perkotaan seharusnya dapat menjadi ruang yang aman dari pelecehan seksual.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan pengelola layanan transportasi
publik untuk dapat mencegah pelecehan terjadi, salah satunya dengan menerapkan
kebijakan segregasi ruang berbasis gender berupa “Ruang Khusus Perempuan”.
Sayangnya, masalah tersebut masih menghantui penggunanya hingga saat ini,
menunjukkan bahwa penerapan inisiasi penanggulangan yang ada belum maksimal.
Mengingat semakin berkembangnya ilmu gender serta wujud pelecehan seksual
yang sangat beragam, pengkajian terhadap kejadian pelecehan seksual di dalam
transportasi publik menjadi krusial untuk dilaksanakan. Dengan Transjakarta
sebagai studi kasus, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi persepsi
masyarakat terhadap adanya “Ruang Khusus Perempuan” sebagai upaya
penanggulangan pelecehan seksual di dalam transportasi publik. Penelitian ini
menggunakan analisis Q-Methodology dan analisis konten media sosial untuk
menangkap sekaligus menginterpretasikan ragam persepsi masyarakat terhadap isu
ini. Hasil analisis persepsi masyarakat tersebut kemudian disusun menjadi pohon
masalah untuk dapat melihat persoalan secara lebih terstruktur, lalu disejajarkan
menjadi pohon tujuan untuk merespons cabang-cabang permasalahan yang telah
teridentifikasi. Selanjutnya, dilakukan validasi terhadap hasil temuan melalui
wawancara dengan ahli-ahli pelecehan seksual dan transportasi publik. Penelitian
menunjukkan ketidakoptimalan penerapan “Ruang Khusus Perempuan” terjadi
karena 3 faktor: banyaknya ambiguitas dalam mendefinisikan perilaku pelecehan
seksual, kegagalan lembaga mewujudkan wawasan bersama terkait pelecehan
seksual, serta terbatasnya jangkauan “Ruang Khusus Perempuan” dalam
melindungi penumpang. Pada bagian akhir, disusun langkah-langkah strategis
untuk mengisi celah-celah dari kebijakan “Ruang Khusus Perempuan” sebagai
upaya penanganan pelecehan seksual di dalam transportasi publik