digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pemerintah Indonesia telah melakukan percepatan pembangunan infrastruktur yang tercermin dalam RPJMN 2015-2019 dan salah satunya pada infrastruktur jalan, yaitu Jalan nasional lintas timur di Provinsi Sumatera Selatan (Jalintim Sumsel). Data kondisi eksisting menunjukkan bahwa Jalintim Sumsel perlu dilakukannya preservasi jalan. Adanya gap antara ketersediaan dana pemerintah (APBN) dan kebutuhan infrastruktur yang tercantum pada RPJMN 2015-2019 membuat pembiayaan preservasi jalan pada Jalintim Sumsel dapat dilakukan dengan menggunakan alternatif pembiayaan lain, yaitu skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dengan pembayaran ketersediaan layanan. Pada skema KPBU perlu dilakukannya manajemen risiko agar risiko-risiko yang sulit untuk dipenuhi dapat diperkirakan cara memitigasinya, salah satunya dengan alokasi risiko. Tujuan penelitian untuk mengetahui risiko apa saja yang terjadi pada proyek, prakiraan risiko dominan, serta pengalokasian risiko dominan. Lingkup manajemen risiko dilakukan pada dua persepsi pihak yang terlibat pada proyek, yaitu BUP dan PJPK dengan kuesioner daftar panjang risiko, kuesioner penilaian probabilitas (P) dan dampak (I), serta penilaian biaya risiko melalui wawancara. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat 63 risiko yang dihadapi PJPK dan ada 60 risiko yang dihadapi BUP, terdapat 7 risiko dominan menurut persepsi PJPK dan 4 risiko dominan menurut persepsi BUP. Hasil alokasi risiko menunjukkan bahwa untuk Risiko Kenaikan Biaya Konstruksi, Kinerja Kontraktor/Subkontraktor yang Buruk, Kenaikan Biaya O&M (overloading), Tingkat Inflasi, dan Suku Bunga lebih dialokasikan ke BUP. Sedangkan untuk Risiko Kegagalan Pembayaran AP Secara Tepat Waktu dialokasikan ke PJPK, serta untuk Risiko Force Majeure Politis dan Force Majeure Berkepanjangan dialokasikan secara bersama.