digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pembangunan infrastruktur ekonomi adalah salah satu pilar utama pemerintah untuk percepatan peningkatan PDB. Salah satu target pembangunan infrastruktur ekonomi adalah 97% kondisi mantap jalan nasional. Sayangnya, pada bulan Maret 2023, jalan nasional yang berada dalam kondisi “mantap”masih 92%. Hal ini disebabkan APBN tidak cukup untuk mendanai proyek preservasi jalan nasional, salah satunya preservasi Jalan lintas timur Sumatra di Provinsi Riau. Skema KPBU Availability Payment (AP) digunakan pada proyek preservasi jalan nasional sebagai upaya percepatan peningkatan kondisi “mantap”jalan nasional. Dengan skema KPBU AP yang berlangsung selama 15 tahun, pihak swasta mendanai proyek ini terlebih dahulu selama 3 tahun masa konstruksi, kemudian setelah jalan kembali pada kondisi “mantap”, pemerintah melakukan cicilan pembayaran availability payment selama 12 tahun masa pemeliharaan. Perlu dipastikan bahwa alasan utama penggunaan KPBU Availability Payment berupa transfer risiko kepada pihak swasta dan adanya nilai tambah (value for money) yang diberikan pihak swasta. Value for Money (VfM) adalah perbandingan antara hasil layanan dan biaya layanan pada opsi-opsi pengadaan proyek yang memberikan hasil positif kepada masyarakat. Analisis value for money adalah analisis yang dilakukan pada tahap perencanaan proyek untuk memilih opsi pengadaan proyek terbaik berdasarkan value for money setiap opsi pengadaan proyek. Tujuan penelitian ini adalah memastikan bahwa opsi pengadaan KPBU AP memiliki value for money yang lebih tinggi dibandingkan opsi pengadaan konvensional. Untuk skema KPBU AP analisis value for money membandingkan antara opsi pengadaan proyek secara konvensional oleh pemerintah dan opsi pengadaan proyek dengan skema KPBU AP oleh pihak swasta dengan tujuan mencari pengadaan yang memberikan nilai VfM paling optimum . Salah satu metode analisis value for money secara kuantitatif khusus untuk skema KPBU AP adalah metode perbandingan Public Sector Comparator (PSC). Pada metode ini, dibandingkan biaya keseluruhan siklus hidup proyek antara opsi pengadaan proyek secara konvensional (PSC) oleh pemerintah dan opsi pengadaan proyek dengan skema KPBU AP oleh pihak swasta. Perlu dicatat bahwa opsi pengadaan proyek secara konvensional oleh pemerintah yang diestimasi harus memberikan hasil layanan yang sama dengan opsi skema KPBU AP. Pada penelitian ini, menggunakan metode perbandingan PSC, ditentukan estimasi biaya keseluruhan siklus hidup proyek untuk opsi pengadaan konvensional dan opsi pengadaan KPBU AP. Estimasi biaya (Rp) opsi pengadaan konvensional(PSC) terdiri dari base costing, competitive neutrality, retained risks dan transferable risks, sedangkan estimasi biaya opsi pengadaan KPBU AP terdiri dari cost of availability payment dan retained risks. Biaya base costing didapat melalui wawancara kepada konsultan yang melakukan analisis value for money untuk proyek ini di masa persiapan proyek dan pengambilan data sekunder. Dilakukan wawancara dan pengambilan data sekunder untuk mendapatkan biaya competitive neutrality dan cost of availability payment. Karena keterbatasan data historis, biaya transferable risks dikuantifikasi melalui focus group discussion. Narasumber dari penelitian ini merupakan pejabat Kementerian PUPR dan PT PII yang secara langsung berpartisipasi pada proyek baik pada masa persiapan, maupun masa pelaksanaan proyek. Hasil akhir penelitian ini adalah hasil pengurangan antara estimasi biaya skema KPBU AP dan estimasi biaya opsi pengadaan konvensional (PSC). Apabila hasil estimasi biaya skema KPBU AP lebih kecil dari hasil estimasi biaya pengadaan konvensional, terbukti bahwa skema KPBU AP lebih efisien dibandingkan skema pengadaan konvensional. Melalui penelitian ini, terbukti bahwa skema KPBU AP lebih efisien dibandingkan skema pengadaan konvensional dengan nilai penghematan sebesar Rp1,129 triliun. Penghematan dengan skema KPBU AP sangat besar akibat pendanaan berkelanjutan yang dapat dilakukan pihak swasta. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa perhitungan pembayaran AP belum tepat, apabila ditinjau dari rate of return yang diterima swasta. Seharusnya, nilai pembayaran AP yang diberikan ke pihak swasta lebih besar dari yang disepakati pada kontrak. Selain itu, penelitian ini berhasil menjelaskan alasan KPBU AP sangat baik untuk negara berkembang, yaitu pengelolaan risiko yang lebih baik oleh pihak swasta