Wilayah Indonesia bagian timur terletak di pertemuan empat lempeng aktif, yaitu
Lempeng Australia, Lempeng Laut Filipina, Lempeng Pasifik, dan Blok Sunda,
yang menyebabkan kawasan ini memiliki kondisi tektonik yang sangat kompleks.
Lempeng Australia menunjam di bagian selatan Jawa hingga Pulau Seram dan
menghasilkan zona subduksi yang kemudian berubah menjadi zona kolisi di selatan
Pulau Timor hingga Pulau Seram. Zona kolisi ini kemudian membentuk sumber
gempabumi yang disebut dengan Busur Banda. Penelitian ini bertujuan untuk
memodelkan potensi gempabumi yang dihasilkan dari proses tektonik yang terjadi
di wilayah Busur Banda berdasarkan data geodetik serta membandingkannya
dengan analisis data seismisitas.
Tahap pertama dalam penelitian ini yaitu pengolahan data GPS. Setelah itu,
dilakukan analisis deformasi yang meliputi analisis time-series GPS, estimasi
kecepatan pergerakan stasiun GPS, analisis regangan, serta konversi laju regangan
menjadi laju momen geodetik yang terbagi dalam beberapa zona seismogenik.
Tahap selanjutnya adalah analisis parameter seismisitas dan perhitungan laju
momen seismik di setiap zona seismogenik. Kemudian di tahapan terakhir
dilakukan analisis rasio laju momen geodetik dan seismik serta perhitungan defisit
laju momen serta analisis potensi gempabumi.
Hasil estimasi kecepatan GPS menunjukkan bahwa deformasi Busur Banda secara
umum disebabkan oleh pemendekan kerak bumi (crustal shortening) yang
dihasilkan oleh interaksi lempeng Laut Australia, Pasifik, dan Laut Filipina. Hal ini
juga tergambar dari pola kontraksi regangan yang mendominasi daerah Busur
Banda, kecuali di arah timur laut sekitar Kepala Burung Papua. Daerah dengan laju
regangan tinggi memiliki sejarah kegempaan yang signifikan, seperti Busur
Belakang Flores-Wetar, Ambon-Seram, dan Kepala Burung Papua.
Kemudian, hasil analisis rasio momen geodetik terhadap momen seismik di wilayah
Busur Banda berkisar antara 0,38 – 7,0; di mana empat zona di antaranya
menunjukkan defisit momen. Defisit momen ini kemungkinan berkaitan dengan
adanya deformasi aseismik atau akumulasi regangan, under-sampling pada
gempabumi jangka panjang dalam katalog gempa yang digunakan, maupun
gabungan dari faktor-faktor tersebut. Namun secara umum, nilai defisit momen di
zona seismogenik tersebut berimplikasi pada adanya potensi bahaya gempabumi di
wilayah Busur Banda. Hasil konversi defisit momen menjadi magnitudo momen
menujukan potensi bahaya gempabumi yang setara dengan Mw 7,7 – 8,1. Hasil ini
diharapkan dapat menjadi masukan dalam proses pengurangan risiko bencana
akibat gempabumi di wilayah Busur Banda.