digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Wilayah Indonesia bagian timur terletak di pertemuan empat lempeng aktif, yaitu Lempeng Australia, Lempeng Laut Filipina, Lempeng Pasifik, dan Blok Sunda, yang menyebabkan kawasan ini memiliki kondisi tektonik yang sangat kompleks. Lempeng Australia menunjam di bagian selatan Jawa hingga Pulau Seram dan menghasilkan zona subduksi yang kemudian berubah menjadi zona kolisi di selatan Pulau Timor hingga Pulau Seram. Zona kolisi ini kemudian membentuk sumber gempabumi yang disebut dengan Busur Banda. Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan potensi gempabumi yang dihasilkan dari proses tektonik yang terjadi di wilayah Busur Banda berdasarkan data geodetik serta membandingkannya dengan analisis data seismisitas. Tahap pertama dalam penelitian ini yaitu pengolahan data GPS. Setelah itu, dilakukan analisis deformasi yang meliputi analisis time-series GPS, estimasi kecepatan pergerakan stasiun GPS, analisis regangan, serta konversi laju regangan menjadi laju momen geodetik yang terbagi dalam beberapa zona seismogenik. Tahap selanjutnya adalah analisis parameter seismisitas dan perhitungan laju momen seismik di setiap zona seismogenik. Kemudian di tahapan terakhir dilakukan analisis rasio laju momen geodetik dan seismik serta perhitungan defisit laju momen serta analisis potensi gempabumi. Hasil estimasi kecepatan GPS menunjukkan bahwa deformasi Busur Banda secara umum disebabkan oleh pemendekan kerak bumi (crustal shortening) yang dihasilkan oleh interaksi lempeng Laut Australia, Pasifik, dan Laut Filipina. Hal ini juga tergambar dari pola kontraksi regangan yang mendominasi daerah Busur Banda, kecuali di arah timur laut sekitar Kepala Burung Papua. Daerah dengan laju regangan tinggi memiliki sejarah kegempaan yang signifikan, seperti Busur Belakang Flores-Wetar, Ambon-Seram, dan Kepala Burung Papua. Kemudian, hasil analisis rasio momen geodetik terhadap momen seismik di wilayah Busur Banda berkisar antara 0,38 – 7,0; di mana empat zona di antaranya menunjukkan defisit momen. Defisit momen ini kemungkinan berkaitan dengan adanya deformasi aseismik atau akumulasi regangan, under-sampling pada gempabumi jangka panjang dalam katalog gempa yang digunakan, maupun gabungan dari faktor-faktor tersebut. Namun secara umum, nilai defisit momen di zona seismogenik tersebut berimplikasi pada adanya potensi bahaya gempabumi di wilayah Busur Banda. Hasil konversi defisit momen menjadi magnitudo momen menujukan potensi bahaya gempabumi yang setara dengan Mw 7,7 – 8,1. Hasil ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam proses pengurangan risiko bencana akibat gempabumi di wilayah Busur Banda.