digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Hingga saat ini air tanah masih menjadi andalan utama untuk memenuhi kebutuhan air bersih baik untuk industri maupun domestik di wilayah Cekungan Air Tanah Bandung. Eksploitasi terhadap airtanah yang terus berlangsung ini menimbulkan kerusakan lingkungan yang mengarah pada terjadinya kelangkaan airtanah. Sejak tahun 2003, salah satu upaya pemerintah untuk memulihkan kondisi airtanah ini adalah menetapkan pajak pengambilan airtanah dengan NPA (Nilai Perolehan Air) sebagai dasar perhitungan. Namun, kenyataannya, hingga saat ini pajak airtanah belum dapat memberikan perimbangan terhadap upaya pemulihan airtanah yang optimal. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara Harga Air Baku (HAB) dalam NPA dengan ketersediaan airtanah dengan pendekatan system dynamics untuk memperoleh HAB optimal dari model. Selain itu dianalisis pula rumusan-rumusan kebijakan pengelolaan airtanah lain yang mendukung dari model sehingga upaya pemulihan airtanah dapat berjalan maksimal. Model dibentuk dengan lima sub-model yaitu sub-model ketersediaan airtanah, sub-model pertumbuhan penduduk, sub-model industri, sub-model tata guna lahan dan sub-model pajak airtanah. Dari hasil simulasi dengan HAB eksisting sebesar Rp. 500,-/m3 hanya memberikan kontribusi sebesar 0,06%-0,24% terhadap input ketersediaan airtanah. Hasil simulasi jangka panjang dari tahun 2000 hingga 2050 dengan mengabaikan willingness to pay pihak industri diperoleh bahwa HAB optimal dalam formula NPA adalah sebesar Rp. 112.000,-/m3 untuk memperoleh kondisi yang diharapkan dari model yang dicirikan dengan stabilnya ketersediaan airtanah di Cekungan Bandung ini. Analisis terhadap perilaku model dari beberapa skenario menunjukkan bahwa kebijakan penghematan konsumsi airtanah oleh industri sebesar 50% dari kebutuhannya akan memberikan hasil yang memuaskan dalam upaya pemulihan airtanah, di samping implementasi kebijakan airtanah dan penertiban pengambilan airtanah ilegal sebagai kontrol perilaku konsumsi airtanah oleh industri.