Karakteristik sampah kota di Indonesia cenderung basah dan memiliki
nilai kalor yang rendah. Diperlukan suatu pre-treatment berupa pengeringan
sampah yaitu menggunakan proses biodrying agar sampah dapat diubah menjadi
bahan bakar pengganti (RDF/refuse derived fuel). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh variasi komposisi sampah dan bulking agent terhadap hasil
biodrying sampah perkotaan, efisiensi proses biodrying, perbandingan sampah hasil
proses biodrying dengan standar RDF dan menentukan variasi yang optimum.
Bulking agent yang digunakan berupa serutan kayu, jerami dan sekam padi dengan
proporsi bulking agent sebesar 15% dari massa sampah total yang masuk ke dalam
reaktor. Sedangkan variasi komposisi sampah yang digunakan yakni 100% sampah
organik dan campuran antara sampah organik dengan anorganik (68% sampah
organik, 14% sampah kertas, 18% sampah plastik). Debit aerasi yang digunakan
sebesar 5 liter/menit, dan dilakukan pengadukan sampah pada hari pertengahan
proses biodrying (hari ke-14). Reaktor biodrying berbentuk reaktor kolom, terbuat
dari bahan PVC, dengan ketinggian 100 cm dan diameter 30 cm. Pada bagian dalam
dinding reaktor ditambahkan lapisan busa polyurethane setebal 2 cm, Waktu
penelitian selama 30 hari dan dilakukan pengukuran massa sampah, suhu, nilai
kalor sampah, analisis proximate, analisis ultimate, karbon organik, dan total
nitrogen kjedahl. Nilai signifikansi dari hasil uji kruskal wallis pada parameter
suhu, kadar air, kadar volatil, kadar abu, dan rasio C/N berturut-turut sebesar 0,018;
0,00; 0,155; 0,155; 0,302. Nilai signifikansi dari hasil uji one way anova pada
parameter karbon tetap, penurunan massa sampah, karbon organik, total nitrogen
kjedahl, dan nilai kalor berturut-turut sebesar 0,00; 0,203; 0,391; 0,685; dan 0,622.
Jika nilai signifikansi lebih dari 0,05 artinya variasi komposisi sampah dan bulking
agent tidak berpengaruh signifikan, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hasil uji
statistik tersebut, dapat disimpulkan bahwa komposisi sampah dan bulking agent
berpengaruh signifikan terhadap parameter suhu, kadar air, karbon tetap dan
penurunan massa sampah, namun tidak berpengaruh signifikan terhadap parameter
kadar volatil, kadar abu, karbon organik, total nitrogen kjedahl, rasio C/N dan nilai
kalor. Dari perbandingan hasil proses biodrying dengan standar RDF menunjukkan
bahwa sampah hasil proses biodrying belum memenuhi standar RDF jika ditinjau
dari parameter kadar air, nilai kalor, kadar abu, karbon tetap, dan karbon organik pada reaktor yang komposisi sampahnya hanya berisi sampah organik. Sampah
hasil proses biodrying telah memenuhi standar RDF jika ditinjau dari parameter
kadar volatil sampah, klorin, sulfur, nitrogen dan karbon organik yang komposisi
sampahnya terdapat campuran sampah organik dan anorganik. Berdasarkan hasil
uji kadar air dan kadar abu dari sampah hasil proses biodrying selama 30 hari
diperoleh hasil kadar air , nilai kalor, dan kadar abu yang masih dibawah standar
RDF yang telah ditentukan di berbagai negara terutama di negara Indonesia. Kadar
air dan kadar abu masih diatas 20%. Kadar sulfur sudah memenuhi standar untuk
hasil biodrying di semua reaktor (sulfur 0,1-0,2) untuk kategori sampah yang
bersumber dari rumah tangga (sampah rumah tangga). Berdasarkan penghitungan
efisiensi biodrying setiap reaktor, diperoleh hasil bahwa reaktor dua paling tinggi
efisiensi prosesnya sebesar 0,75. Sedangkan berdasarkan hasil skoring dan
pembobotan, reaktor tujuh yang berisi campuran sampah organik dan anorganik
serta bulking agent sekam padi menunjukkan hasil paling optimum, dengan nilai sebesar 615.