digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Lezi Miartix
PUBLIC Alice Diniarti

COVER_ Lezi Miartix.pdf
PUBLIC Alice Diniarti

BAB I_ Lezi Miartix.pdf
PUBLIC Alice Diniarti

BAB II_ Lezi Miartix.pdf
PUBLIC Alice Diniarti

BAB III_ Lezi Miartix.pdf
PUBLIC Alice Diniarti

BAB IV_ Lezi Miartix.pdf
PUBLIC Alice Diniarti

BAB V_ Lezi Miartix.pdf
PUBLIC Alice Diniarti

BAB VI_ Lezi Miartix.pdf
PUBLIC Alice Diniarti

PUSTAKA Lezi Miartix
PUBLIC Alice Diniarti

Bendung Pamarayan merupakan bendung gerak yang membendung Sungai Ciujung. Bendung Pamarayan terletak di Desa Panyabrangan, Kecamatan Cikeusal, Kabupaten Serang. Bendung Pamarayan memiliki fungsi sebagai sumber air irigasi yang mengairi 21.350 ha sawah. Pada musim hujan, debit puncak hidrograf kala ulang cenderung mengalami peningkatan. Pada musim kemarau, debit yang mengalir pada sungai Ciujung dapat menimbulkan tumpukan sedimen pada bendung Pamarayan. Pada hulu bendung Pamarayan terdapat tumpukan sedimen pada sisi kiri bendung. Oleh karena itu, tumpukan sedimen ini diharapkan dapat memenuhi pasokan sedimen untuk menutupi gerusan pada hilir peredam energi. Untuk itu diperlukan kajian terhadap penanganan masalah sedimentasi di hulu bendung dan gerusan di hilir bendung. Kajian ini akan dilakukan dengan menggunakan Model HECRAS 6.1, 1 dimensi dan 2 dimensi dengan aliran unsteady. Kondisi batas hulu kajian akan menggunakan debit banjir 2 tahun, 50 tahun, 100 tahun dan debit harian 1 tahun. Debit banjir menggunakan hasil Analisa software HECHMS 4.9 dengan metoda Snyder. Debit banjir 2 tahun 576,62 m3/s, debit banjir 50 tahun 1523,25 m3/s, dan debit banjir 100 tahun 1707,27 m3/s. Kondisi batas hilir kajian akan menggunakan kemiringan normal sebesar 0,00221. Untuk analisa sedimentasi akan menggunakan diameter butiran sedimen dasar D50 sebesar 0,425 mm dan analisa akan menggunakan metoda Meyer Peter Muller. Kajian ini akan menggunakan empat skenario untuk analisa sedimentasi yaitu kondisi eksisting; kondisi sudetan hulu; kondisi sudetan dan galian 150 m; dan kondisi bukaan maksimum pintu bendung 3 meter. Untuk analisa akan dilakukan pada 2 lokasi, yaitu cross 906 di hulu bendung dan cross 2046 di hilir bendung. Pada cros 906 yang berada pada hilir bendung, debit banjir 2 tahun mengakibatkan terjadinya degradasi dengan kejadian banjir selama 48 jam jika menggunakan pola operasi eksisting. Pasokan sedimen dari hulu tidak mencukupi untuk menutupi tinggi gerusan yang terjadi di hilir. Namun jika dilakukan bukaan pintu maksimal 3 meter selama 48 jam, maka terjadi agradasi pada cross 906. Pada kejadian banjir dengan debit banjir Q 50 dan 100 tahun selama 48 jam terjadi agradasi pada hilir bendung, dengan pasokan sedimen dari hulu dapat menutupi degradasi yang terjadi pada hilir bendung. Pada cros 2046 yang berada pada hulu bendung, debit banjir 2, 50 dan 100 tahun akan terjadi degradasi pada dasar sungai. Semakin besar debit yang mengalir maka kecepatan juga semakin besar dan degradasi yang terjadi juga semakin besar. Pada debit harian terlihat degradasi yang terjadi juga lebih besar jika dibandingkan dengan debit banjir yang terjadi. Semakin besar bukaan pintu bendung, angkutan sedimen yang terbawa juga semakin besar. Tinggi bukaan pintu bendung akan berpengaruh pada besarnya degradasi di hulu bendung dan agradasi di hilir bendung.