digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pada tahun 2020, sebuah penelitian menemukan endapan longsoran bawah laut yang disebut Mass Transport Deposit (MTD) di Selat Makassar. Pembentukan endapan – endapan ini dinilai tidak berkaitan dengan aktivitas seismik melainkan akibat aktivitas pengendapan dari Delta Mahakam serta proses erosi-redeposisi oleh arus lintas Indonesia. Meskipun telah selesai dipetakan, masih terdapat keraguan mengenai penentuan volume per-individu endapan dan bagaimana proses terjadinya sehingga identifikasi batas endapan – endapan ini perlu dire-evaluasi dari sudut pandang berbeda dengan menggunakan jumlah data yang lebih banyak. Selain proses pembentukan yang belum diketahui, kejadian endapan longsor ini juga belum diketahui apakah disertai dengan tsunami atau tidak. Pada penelitian ini, hasil re-evaluasi digunakan untuk mensimulasikan pembangkitan tsunami akibat longsor menggunakan model numerik Non-Hydrostatic WAVE Model (NHWAVE) dan Fully Nonlinear Boussinesq WAVE (FUNWAVE) untuk melihat dampak dari pergerakan endapan – endapan ini pada kondisi perairan saat ini. Dari proses re-evaluasi, didapatkan 17 Mass Transport Deposit dengan kisaran volume 6,38 km3 – 351,69 km3. Hal ini menunjukkan hasil yang jauh lebih kecil dari penelitian sebelumnya. Berdasarkan hasil re-evaluasi, endapan – endapan ini terbentuk melalui proses perpindahan massa yang sangat lambat dengan Arlindo menjadi salah satu faktor yang membuat endapan memiliki ukuran yang sangat besar. Meskipun ukurannya sangat besar, hasil simulasi tsunami menunjukkan pergerakan massa yang lambat ini tidak mampu membangkitkan tsunami. Namun, dari proses re-evaluasi ditemukan potensi longsor dengan volume yang jauh lebih kecil. Selain itu, kondisi lereng barat Selat Makassar yang berinteraksi dengan Arlindo diperkirakan berpotensi longsor di masa mendatang. Delapan skenario tsunami dijalankan untuk mengakomodasi kemungkinan ini dan menghasilkan tsunami berskala VII-VIII dengan ketinggian maksimum hampir 4 dengan waktu tiba berkisar antara 21 – 40 menit di Pulau Sulawesi dan 20 – 111 menit di Pulau Kalimantan. Meskiupun titik longsor terletak lebih dekat ke Pulau Kalimantan dampak tsunami terburuk justru didapati di pesisir Pulau Sulawesi.