Pantai Nusa Dua merupakan salah satu kawasan wisata elit Bali berskala internasional, namun pantai seluas 350 hektar ini mengalami peristiwa erosi yang terus menggerus wilayah pesisir pantai. Erosi pantai menyebabkan berbagai masalah pada lingkungan pantai. Masalah yang mendasar adalah masalah perubahan garis pantai (Shoreline Changes). Perubahan garis pantai memiliki banyak dampak terutama pada daerah yang mengalami erosi, dampak tersebut menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan dan infrastruktur pantai.
Analisis proses pantai terutama perubahan garis pantai di Pantai Nusa Dua salah satunya dapat dilakukan dengan memanfaatkan data citra. Data citra satelit Landsat memiliki ketelitian 30 m, data citra satelit Sentinel-2 dengan ketelitian 10 m. Pemanfaatan data citra satelit memiliki keunggulan dari segi biaya, waktu yang dapat diminimalisir dibandingkan dengan survei yang dilakukan secara langsung di lapangan. Data citra selanjutnya akan diverifikasi dengan data lapangan yang memiliki waktu sama dengan pengambilan data citra. Data citra Landsat dan Sentinel-2 merupakan citra yang dapat dikoreksi akibat pasang surut untuk penentuan garis pantai.
Sebelum dilakukan pemasangan groin garis pantai yang berada di Pantai Nusa Dua hampir secara keseluruhan mengalami erosi berturut-turut pada tahun 1996-2002. Perubahan garis pantai cenderung dinamis pada groin GN2-G12, G4-GN1, G10-GN2, dan G10-GN1 dimana pada musim barat pantai cenderung mengalami akresi dengan kemajuan garis pantai maksimum pada masing-masing groin 29,82 m, 35,84 m, 58,28 m, dan 31,40 m. Jika dibandingkan pada musim timur dimana pantai cenderung mengalami akresi lebih besar dengan nilai kemajuan garis pantainya sebesar 54 m, 64,86 m, 65,24 m dan 61,96 m. Perubahan garis pantai pada groin GA1-GA2 menunjukkan terjadi kemunduran garis pantai terus menerus baik pada saat musim barat, yaitu sebesar 63,68 m maupun musim timur, yaitu sebesar 36,21 m sebelum dan sesudah pembangunan groin. Adanya pembangunan groin GN2-G12, G4-GN1, G10-GN2, dan G10-GN1 di pantai tersebut menyebabkan pantai menjadi dinamis cenderung mengalami kemajuan garis pantai. Namun pada groin GA1-GA2 jarak antar groin terlampau jauh dibandingkan dengan groin lainnya, meskipun telah ditambahkan revetment pada transek 20-22 pantai masih menunjukkan respon kemunduran garis pantai. Pada groin GN2-G12 terjadi erosi pada tahun 2004-2006 pada musim barat dan tahun 2009-2011 pada musim timur, dilihat dari gambar citra Google Earth terjadi pengisian pasir pada bulan November 2012 sehingga pantai mengalami kemajuan garis pantai maksimum sebesar 36,46 m dan pantai menjadi dinamis cenderung akresi. Pada Groin G5-GN1 garis pantai mengalami erosi pada musim barat dan musim timur, setelah dilakukan pengisian pasir pada bulan November 2012 pantai menjadi dinamis cenderung mengalami kemajuan garis pantai dengan nilai maksimum sebesar 38,82 m.
Hasil validasi garis pantai estimasi dari data citra Landsat dan observasi dari BWS Bali-Penida menunjukkan nilai R2 0,84 dengan nilai RMSE rata-rata 10,73 m dan bias 6,33 m selama 5 tahun. Dibandingkan antara validasi data garis pantai estimasi dari citra Landsat dan Sentinel-2 dengan garis pantai observasi memiliki selisih yang kecil, yaitu 0,06 dengan selisih RMSE 0,38 m dan bias 0,81 m.
Fluks energi gelombang rata-rata bulanan terendah yaitu pada bulan November sebesar 2,1 x 10³ N/s yang mewakili musim barat selama 22 tahun mengalami peningkatan fluks energi gelombang seiring dengan pergantian bulan hingga puncak aliran tertinggi yaitu pada bulan Juli yang mewakili musim timur sebesar 4,6 x 10³ N/s. Pada musim timur fluks energi gelombang terbesar dengan nilai maksimum 4,9 x 10³ N/s dan pada musim barat fluks energi maksimum yaitu sebesar 3,4 x 10³ N/s . Efek dari besarnya fluks energi gelombang yang terjadi di musim timur menyebabkan angkutan sedimen sejajar pantai lebih banyak dan pantai mengalami kemajuan garis pantai maksimum di musim timur yaitu 65,24 m dibandingkan dengan kemajuan garis pantai maksimum musim barat yaitu 58,28 m.