Lapisan serpih pada Anggota Atas Formasi Telisa, Cekungan Sumatera Tengah,
diduga memiliki karakteristik sebagai serpih minyak. Karakteristik serpih minyak
dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu karakteristik fisik dan geokimia organik.
Karakteristik fisik terdiri dari litologi dan lingkungan pengendapan, sedangkan
karakteristik geokimia organik terdiri dari kekayaan, tipe, dan kematangan
material organik, serta banyaknya minyak yang dapat dihasilkan dari suatu sampel
batuan.
Dari data hasil pemboran serpih minyak sumur BH-2 diketahui bahwa lapisan
serpih pada Anggota Atas Formasi Telisa memiliki ketebalan mencapai 98,5
meter, berwarna kelabu gelap-kelabu kecoklatan, struktur laminasi, menyerpih,
lunak-keras. Di beberapa tempat terdapat sisipan batupasir halus-sangat halus,
berwarna kelabu, lunak-keras.
Analisis maseral yang dilakukan pada sampel serpih memperlihatkan bahwa
kandungan material organik sampel serpih didominasi oleh kelompok liptinit,
yaitu maseral lamalginit dan telalginit (botryococcus), sedangkan vitrinit dan
inertinit hadir dengan jumlah sedikit. Plot silang antara karbon organik total
(TOC) dan Potential Yields (PY) pada diagram TOC terhadap PY,
memperlihatkan kekayaan material organik sampel serpih untuk menghasilkan
hidrokarbon termasuk dalam kategori sangat baik-istimewa. Plot silang antara HI
dan OI pada diagram van Krevelen memperlihatkan bahwa tipe kerogen sampel
serpih termasuk dalam kategori kerogen tipe II dan III. Nilai reflektansi vitrinit
(Rv) pada sampel serpih berkisar 0,20-0,31%, Tmaks berkisar 429-438°C, dan
CPI sebesar 1,05 dan 1,04 mengindikasikan bahwa material organik sampel serpih
dikategorikan belum matang-awal matang. Dari hasil analisis retorting yang
dilakukan pada 13 sampel serpih (10 sampel dari sumur BH-2 dan 3 sampel dari
singkapan), diperoleh banyaknya kandungan minyak serpih pada sampel serpih
berkisar 4-78 l/ton batuan atau rata-rata sebesar 32 l/ton batuan.
Berdasarkan data hasil petrografi organik, pada sampel serpih Anggota Atas
Formasi Telisa ditemukan maseral lamalginit, telalginit (botryococcus),
liptodetrinit yang merupakan maseral yang berasal dari alga, sedangkan vitrinit
merupakan maseral yang berasal dari tumbuhan tinggi (darat). Dua puncak
distribusi alkana normal hasil analisis kromatografi gas sampel B3-65 (nC17 dan
nC27) serta B3-89 (nC15 dan nC27), mengindikasikan bahwa material organik
berasal dari alga dan tumbuhan tinggi. Plot silang pristana/nC17 dan fitana/nC18
i
pada diagram pristana/nC17 terhadap fitana/nC18 mengindikasikan bahwa
material organik sampel serpih berasal dari alga dan tumbuhan tinggi. Dari faktafakta
di atas, maka diinterpretasikan bahwa material organik serpih Anggota Atas
Formasi Telisa berasal dari alga dan tumbuhan tinggi (darat).
Dari hasil analisis maseral, pada sampel serpih ditemukan botryococcus.
Botryococcus adalah alga yang digolongkan ke dalam submaseral telalginit dari
maseral alginit yang merupakan penciri lingkungan pengendapan lakustrin.
Ketebalan lapisan serpih dan kenampakan struktur laminasi pada sampel serpih
merupakan hasil dari proses pengendapan dengan media arus dalam kondisi relatif
tenang. Dari fakta-fakta di atas, maka diinterpretasikan bahwa lapisan serpih
Anggota Atas Formasi Telisa, Cekungan Sumatera Tengah merupakan hasil dari
proses pengendapan di lingkungan lakustrin.