Transisi energi sedang terjadi di Indonesia dimana penggunaan energi konvensional
mulai berganti ke energi terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap
(PLTSA). Namun, banyak faktor yang dapat mempengaruhi besaran output
PLTSA. Salah satu faktor tersebut adalah shading yang dapat diakibatkan oleh
tutupan awan dan polusi udara dari PM2.5.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh shading
dari parameter tutupan awan dan PM2.5 terhadap output PLTSA di DKI Jakarta.
Data yang digunakan adalah data output PLTSA di 3 titik yang tersebar di DKI
Jakarta, data tutupan awan dari BMKG Kemayoran, dan data konsentrasi PM2.5 di
DKI Jakarta dari Kedutaan Besar Amerika Serikat. Data akan dilihat dan
dikalkulasi secara statistika menggunakan boxplot, grafik timeseries, uji korelasi,
scatterplot, dan tabel klasifikasi untuk menentukan besarnya efek shading terhadap
PLTSA.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa shading dari tutupan awan dan PM2.5 berefek
pada output PLTSA di 3 titik penelitian di DKI Jakarta tahun 2019-2020 pada tiap
musim. Output PLTSA berkurang ketika shading tinggi dan bertambah ketika
shading rendah. Pada kondisi shading tertinggi, pada musim DJF (Desember,
Januari, Februari) output dapat berkurang sebanyak 48,08%, pada musim MAM
(Maret, April, Mei) output dapat berkurang sebanyak 41,59%, pada musim JJA
(Juni, Juli, Agustus) output berkurang sebanyak 39,26%, pada musim SON
(September, Oktober, November) output berkurang sebanyak 45,22%. Ditinjau dari
efek shading akibat tutupan awan dan polusi PM2.5, PLTSA bekerja paling optimal
di musim SON dan paling tidak optimal pada musim DJF.