ABSTRAK Rafi Lovi Andri
PUBLIC Alice Diniarti
COVER RAFI LOVI ANDRI
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB1 RAFI LOVI ANDRI
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB2 RAFI LOVI ANDRI
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB3 RAFI LOVI ANDRI
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB4 RAFI LOVI ANDRI
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
BAB5 RAFI LOVI ANDRI
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
PUSTAKA RAFI LOVI ANDRI
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Terbatas  Alice Diniarti
» Gedung UPT Perpustakaan
Obat nyamuk bakar merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan nyamuk yang
ekonomis baik secara biaya maupun penggunaannya. Semua obat nyamuk bakar yang
beredar di Indonesia telah terdaftar di Kementerian Pertanian, namun belum diketahui
tingkat efikasi setiap produk obat nyamuk. Penelitian ini dengan menggunakan metode WHO,
bertujuan untuk membandingkan efikasi lima jenis obat nyamuk bakar terhadap dua jenis
nyamuk yaitu dua strain Aedes aegypti (Bandung dan Bora Bora) dan Culex quinquefasciatus
(Bandung) di dalam ruang uji Peet-Grady. Insektisida obat nyamuk bakar yang digunakan
adalah Maxicoil® (d-aletrin 0,20%), Baygon® (metoflutrin 0,015%), Vape® (dimeflutrin
0,05%), Jumbo® (meperflutrin 0,03%), dan Nomos® (dimeflutrin 0,031%). Percobaan
pengujian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat kali ulangan. Hasil
penelitian menunjukkan terdapat perbedaan nilai waktu jatuh 50 (KT50) di semua nyamuk uji
pada penggunaan kelima jenis obat nyamuk bakar. Nilai KT50 tercepat pada Aedes aegypti
strain Bandung, Bora-Bora serta Culex quinquefasciatus ditemukan pada obat nyamuk
Jumbo® dengan nilai masing-masing KT50 sebesar 15,408; 13,726; dan 17,489 menit. Nilai
KT50 terlama pada Aedes aegypti strain Bandung, Bora-Bora serta Culex quinquefasciatus
ditemukan pada obat nyamuk Maxicoil® masing-masing sebesar 85,853; 64,888; dan 47,104
menit. Nilai KT90 tercepat pada Aedes aegypti strain Bandung, Bora-Bora serta Culex
quinquefasciatus ditemukan pada obat nyamuk Jumbo® dengan nilai masing-masing KT90
sebesar 25,561; 21,295; dan 39,034 menit. Nilai KT90 terlama pada Aedes aegypti strain
Bora-Bora serta Culex quinquefasciatus ditemukan pada obat nyamuk Maxicoil® masingmasing
sebesar 105,776 dan 97,262 menit. Sedangkan strain Bandung ditemukan pada obat
nyamuk Baygon® sebesar 181,980 menit. Hasil penelitian ini menunjukkan persentase
mortalitas Aedes aegypti strain Bandung, Bora-Bora serta Culex quinquefasciatus berbeda
secara signifikan (p<0,05) terhadap obat nyamuk bakar Maxicoil®, Baygon® dan Vape®
pada uji Kruskal-Wallis test dan one-way Anova. Kesimpulan hasil penelitian ini dari segi
efikasi yang terbaik adalah obat nyamuk Jumbo®, serta yang terendah kinerjanya adalah
Maxicoil®; kandungan jenis dan konsentrasi bahan aktif tidak selalu berkorelasi dengan
kinerja kemampuan mengakibatkan kejatuhan (knock down); Strain Ae. aegypti Bora-bora
yang merupakan strain standar laboratarium rentan insektisida, secara umum lebih rentan
dibandingkan dengan strain Bandung.