digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Bagi kalangan pesantren dalam mencari ilmu bukanlah kegiatan eksklusif, melainkan ada misi sosial yang harus dibangun. “Ilmu tanpa diamalkan bagaikan pohon tak berbuah”, demikian adigium yang dipegang oleh kalangan santri dan paling dekat untuk mengamalkan ilmu adalah warga desa sekitar pesantren tempat mereka menimba ilmu. Pendirian pesantren Karanggedang memiliki tujuan yaitu mengabdi kepada islam khususnya budi pekerti masyarakat sekitar yang terkenal abangan dan kriminal. Hadroh menjadi pertunjukan kegemaran bagi sebagian besar warganya. Selain itu mereka sebenarnya sangat tertarik dengan wayang, namun ada larangan pergelaran wayang di desa Salebu, berlaku untuk beberapa daerah di Cilacap yang memiliki situs panembahan yang berkaitan dengan kerajaan Padjajaran. Santri sebagai agen sosial menjadi perantara perkembangan desa mereka. Beberapa metode pembelajaran sudah diterapkan termasuk metode “kanca sinau” menitik beratkan pada pemahaman diri terhadap suatu permasalahan secara langsung. Agar mudah memahaminya para sanrti diberi materi seni-budaya yang sifatnya terapan, seperti menulis, melukis, dan kegiatan kreatif lainnya. Membaca kesenangan warga sekitar yag tertarik dengan hadroh dan wayang, maka dalam pameran “bekti dusun” ini menjadi media para santri dalam merealisasikan apa yang sudah mereka pelajari. Mengamalkan ilmu mereka dengan menjadi agen sosial, membaca isu-isu yang ada di lingkungan sekitar dan memvisualisasikannya melalui wayang dan diiringi dengan lagu-lagu yang mengandung pesan moral.Pesantren Karanggedang berusaha baik memainkan peran khususnya dalam pemahaman tentang moderenisasi pengetahuan dan seni-budaya berbasis tradisi-agama, adab, dan pengurangan tindak kriminalitas.