digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan area terbuka sebagai tempat tumbuh tanaman yang berfungsi sebagai penyeimbang ekosistem perkotaan. Namun seiring berkembangnya perkotaan, kondisi RTH semakin berkurang. Hal ini mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan dan berdampak langsung pada kesehatan manusia pada tingkat tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur nilai jasa ekosistem daya serap dan simpanan karbon berdasarkan Cost of Illness (COI). Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu dilakukan pengukuran daya serap CO2 dan simpanan karbon pada RTH, penghitungan COI, pembuatan simulasi komposisi RTH, dan perumusan strategi penyediaan RTH. Penelitian dilakukan di SWK Tegalega yang merupakan wilayah terpadat penduduk di Kota Bandung. Pengumpulan data dilakukan dalam dua kegiatan, yaitu pengambilan data pohon dan data gangguan kesehatan. Pengambilan data pohon dilakukan dengan pengambilan sampel sebanyak 15%. Pengumpulan data gangguan kesehatan dilakukan melalui wawancara dengan metode COI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi RTH di SWK Tegalega dalam menyerap karbon saat ini sebesar 126.313,96 kg CO2/tahun/ha dan simpanan karbon di RTH saat ini adalah 47.319 kg/ha. Nilai COI yang timbul dari ketersediaan RTH saat ini adalah Rp 288.777.324.987,00 per tahun. Nilai tersebut menunjukkan tingginya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan akibat pencemaran karbon di udara. Dari nilai COI didapatkan nilai rata-rata satu pohon dengan jasa menyerap dan menyimpan karbon adalah Rp. 1.236.566.136,00. Besarnya nilai tersebut menunjukkan kurangnya RTH yang ada di SWK Tegalega. Untuk mencapai tujuan mengurangi pencemaran karbon di udara, maka model RTH yang dibuat adalah dengan memilih spesies dengan daya serap CO2 yang tinggi. Daya serap CO2 tertinggi dihasilkan oleh penanaman Bauhinia purpurea pada seluruh lahan, untuk penanaman polikultur dengan dua pohon adalah kombinasi Cassia siamea dan Polyalthia longifolia, tiga pohon adalah Samanea saman, B. purpurea, dan P. longifolia, empat pohon adalah S. saman, B. purpurea, C. siamea dan P. longifolia, kombinasi lima spesies S. saman, B. purpurea, M. citrifolia, C. siamea, dan P. longifolia, dan kombinasi tujuh spesies adalah S. saman, B. purpurea, M. citrifolia, C. siamea, P. longifolia, Syzigium zeylanicum, dan Cerbera manghas. Hasil penelitian menunjukkan pemilihan spesies saja tidak cukup untuk menyediakan RTH sehingga diperlukan strategi lain dengan prioritas, yaitu mengontrol, memonitor, dan mengevaluasi RTH yang telah ada, memberikan pendidikan dan pelatihan pada masyarakat, mengembangkan RTH pada lahan yang tersisa, memilih tanaman multifungsi namun sesuai peruntukannya, command and control pada pengembang lahan, memberikan insentif dan disinsentif pada masyarakat yang menyediakan RTH, menyelaraskan teknologi dengan perencanaan RTH, menerapkan sanksi dengan tegas, mengajak masyarakat menanam pada lahan yang ada di lingkungannya, meningkatkan koordinasi antar dinas dalam penyediaan RTH, dan mengembangkan RTH privat yang lebih optimal.