Pendirian BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) dengan program JKN-KIS (Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat) pada tahun 2014 telah memberikan dampak kepada perusahaan farmasi di Indonesia dikarenakan model pengadaan rendah biaya serta masalah defisit yang dihadapi oleh BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan adalah sebuah institusi pemerintah yang diberikan mandate oleh pemerintah Indonesia untuk mengelola program asuransi kesehatan nasional, untuk memastikan seluruh rakyat Indonesia memiliki akses layanan kesehatan yang terjangkau. Model process pengadaan yang dilakukan lewat lelang, membuat hanya produk dengan harga paling murah yang dapat memenangkan proses tender untuk menjadi penyedia obat BPJS Kesehatan. Dengan harga pasar yang terpengaruh oleh harga rendah yang ditawarkan oleh BPJS Kesehatan, program ini telah memberikan dampak kepada perusahaan farmasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Penelitian ini mempelajari dampak kebijakan BPJS Kesehatan kepada performa finansial pada tujuh perusahaan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yaitu Darya Varia (DVLA), Indofarma (INAF), Kimia Farma (KAEF), Kalbe Farma (KLBF), Merck (MERK), Pyridam Farma (PYFA), dan Tempo Scan Pacific (TSPC).The financial performance maeasured by financial ratios that measure profitability, asset management, liquidity and solvency. Performa finansial diukur dengan rasio keuangan yang mengukur profitability, asset management, liquidity dan solvency. Hal tersebut diukur dengan delapan rasio keuangan, yaitu gross profit margin ratio, operating profit margin ratio, net profit margin ratio, return on assets ratio, return on equity ratio, total asset turnover ratio, current ratio dan debt ratio. Periode yang diobservasi adalah lima tahun sebelum BPJS Kesehatan (2009-2013) dan lima tahun setelah BPJS Kesehatan (2014-2018). Untuk mengidentifikasi apakah ada perbedaan pada rasio finansial sebelum dan sesudah BPJS Kesehatan, dilakukan uji beda berpasangan atau Wilcoxon signed rank test. The result shows that there is no significant difference between gross profit margin ratio, operating profit margin ratio, net profit margin ratio, return on assets ratio, return on equity ratio, total asset turnover ratio and current ratio before and after BPJS Kesehatan. Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara gross profit margin ratio, operating profit margin ratio, net profit margin ratio, return on assets ratio, return on equity ratio, total asset turnover ratio dan current ratio sebelum dan sesudah BPJS Kesehatan. Meskipun demikian, gross profit margin ratio, operating profit margin ratio, net profit margin ratio, return on assets ratio, return on equity ratio, total asset turnover ratio dan current ratio menunjukkan angka yang lebih rendah setelah BPJS Kesehatan, dibandingkan dengan gross profit margin ratio, operating profit margin ratio, net profit margin ratio, return on assets ratio, return on equity ratio, total asset turnover ratio dan current ratio sebelum BPJS Kesehatan. Untuk debt ratio, terindikasi bahwa ada perbedaan yang signifikan antara debt ratio sebelum dan sesudah BPJS Kesehatan. Hasil penelitian ini menunjukkan debt ratio setelah BPJS Kesehatan lebih tinggi dibandingkan dengan debt ratio sebelum BPJS Kesehatan. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan kepada pemerintah untuk mempertimbangkan kembali peraturan yang terkait dengan BPJS Kesehatan. Rumah sakit mitra BPJS Kesehatan juga disarankan untuk mengelola kas dengan lebih baik, untuk memastikan hutang obat ke pedagang besar farmasi dapat dibayar tepat waktu. Perusahaan farmasi juga disarankan untuk menentukan proporsi ideal antara produk yang melayani BPJS Kesehatan dan produk yang melayani masyarakat umum. Perusahaan farmasi juga disarankan untuk menjaga efisiensi yang dilakukan dalam mengelola biaya secara keseluruhan, sementara berupaya untuk melakukan diferensiasi produk untuk bersaing di pasar non-BPJS Kesehatan
Perpustakaan Digital ITB