digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Peningkatan konsumsi energi dan peningkatan timbulan sampah merupakan dua permasalahan yang muncul sebagai dampak dari pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Pengembangan energi alternatif melalui pemanfaatan sampah dengan konsep waste to energy banyak diteliti dan dikembangkan teknologinya. Refuse derived fuel (RDF) menjadi salah satu energi alternatif dari teknologi pengolahan sampah yang dihasilkan dari daur ulang sampah dan dapat menghasilkan energi panas yang tinggi. RDF adalah hasil proses pemisahan limbah padat antara fraksi sampah mudah terbakar (combustible) dan tidak mudah terbakar (non-cumbustible). Standar yang harus dipenuhi dalam kriteria RDF adalah nilai kadar air berkisar antara 10-25% (%ww) dan LHV berkisar >3487,15-5995,03 kkal/kg. Namun, karakteristik sampah kota di Indonesia memiliki tingkat kadar air yang relatif tinggi. Sampah makanan mendominasi tingginya kadar air dalam MSW. Untuk mencapai standar tersebut, perlu dilakukan pengeringan yang optimal sebagai tahap pre-treatment pembentukan RDF. Tujuan dari penelitian ini adalah pre-treatment pengolahan sampah combustible terpilih menuju pembentukan RDF. Pada penelitian ini dilakukan pengolahan sampah combustible yang berasal dari TPS Cibeunying dan Kantin Bengkok, ITB. Penelitian ini menggunakan dua buah reaktor dengan volume masing-masing 60 L dan kapasitas optimum operasi sekitar 10 kg sampel. Reaktor convective drying dilakukan sebagai penelitian pendahuluan sebagai uji konfirmasi. Reaktor ini dilengkapi dengan heater bersensor suhu 500C dan dilakukan selama lima jam. Proses bio-drying merupakan penelitian utama yang dilakukan selama 14 hari. Bio-drying dilakukan dalam dua kondisi, aerobik dan hidrolitik-aerobik. Sedangkan parameter yang dianalisis seperti pH, temperatur, Lower Heating Value iii (LHV) (kkal/kg), kadar air (%ww), kadar volatil (%dw), kandungan lignoselulosa (lignin, selulosa dan hemiselulosa). Karakteristik awal sampel memiliki tingkat kadar air tinggi sekitar pada 54-55% (w/w) dan tingkat LHV sekitar 1500-2300 kkal/kg. Evolusi temperatur terjadi pada tiap reaktor. Temperatur puncak pada reaktor bio-drying aerobik dicapai pada hari-hari awal proses. Sedangkan temperatur puncak pada reaktor bio-drying hidrolitik-aerobik dicapai setelah beralih ke fase aerobik. Suhu puncak selalu dicapai pada fase aerobik. Pada akhir pengolahan, total penurunan kadar air pada bio-drying aerobik sebesar 20,53%, bio-drying hidrolitik-aerobik sebesar 31,45%. Degradasi material yang diwakili oleh berat volatil yang terjadi pada proses bio-drying aerobik mencapai 21,83%, bio-drying hidrolitik-aerobik mencapai 26,48%. Produk dari semua proses pengeringan belum memenuhi standar untuk langsung digunakan sebagai RDF. Dengan demikian, semua proses memang lebih tepat digunakan sebagai pre-treatment menuju pembentukan RDF.