Lapangan Tunu terletak di area Delta Mahakam yang merupakan bagian dari Cekungan Kutai di Kalimantan Timur. Lapangan ini merupakan lapangan gas dan
kondensat raksasa yang ditemukan pada tahun 1977. Setelah proses eksplorasi dan delineasi (appraisal), Lapangan Tunu masuk kedalam fase pengembangan dan
mulai berproduksi pada tahun 1990. Hingga saat ini total produksi gas kumulatifnya telah mencapai lebih dari 9 Tcf, berasal dari Tunu Main Zone dan Tunu Shallow Zone. Lebih dari 1000 sumur telah dibor di Lapangan Tunu sampai saat ini. Batuan reservoir yang terdapat di Lapangan Tunu ini secara umum dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu batupasir distributary channel yang diendapkan pada lingkungan delta plain di sebelah barat dan reservoir batupasir distributary mouth bar yang merupakan bagian dari lingkungan delta front di sebelah timur. Kedua jenis batuan reservoir ini memiliki karakteristik yang berbeda baik dalam hal dimensi, geometri, distribusi maupun kualitasnya.
Berdasarkan hasil perhitungan volumetrik gas awal atau Initial Gas in Place (IGIP) dan volume gas terkoneksi atau Connected Gas in Place (CGIP) terakhir di Lapangan Tunu Main Zone (TMZ), keduanya memiliki selisih yang cukup signifikan sehingga rasio CGIP – IGIP nya cukup rendah. Nilai volumetrik IGIP jauh lebih tinggi dibandingkan CGIP. Kondisi ini terjadi karena masing-masing volumetrik memiliki parameter yang berbeda dalam perhitungannya. IGIP dihitung dari data statik sedangkan CGIP dihitung dengan menggunakan data dinamik.
Meskipun telah berproduksi selama 30 tahun dan hampir semua reservoirnya telah mengalami penurunan tekanan formasi yang cukup signifikan, namun volume gas terkoneksi dan volume gas terproduksi (Gp) masih cukup rendah dibandingkan dengan volume gas awalnya. Selisih antara volume IGIP dan CGIP yang paling besar terdapat pada SU5 (Stratigraphic Unit 5), sedangkan secara lateral, Area Geologi 4 dan Geologi 5 adalah daerah yang memiliki perbedaan IGIP – CGIP yang terbesar. Secara lebih detail, lapisan yang memiliki selisih yang besar antara IGIP dan CGIP salah satunya adalah Lapisan 5f sehingga dijadikan sebagai fokus penelitian. Masalah yang telah teridentifikasi adalah adanya perbedaan yang cukup signifikan antara IGIP dan CGIP pada reservoir batupasir distributary mouth bar, hal ini terjadi kemungkinan karena adanya masalah dalam distribusi kualitas reservoir batupasir distributary mouth bar tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan volume IGIP dan CGIP, area sebarannya baik secara lateral maupun vertikal serta melakukan evaluasi terhadap parameter-parameter yang digunakan dalam pemodelan dan perhitungan volume IGIP yang dianggap berpotensi menyebabkan hasil volumetriknya menjadi terlalu besar atau optimistis, diantaranya adalah dimensi reservoir batupasir distributary mouth bar dan kesesuaiannya dengan data dinamik (jari-jari pengurasan), dan proporsi fasies atau tipe batupasir serta kualitas reservoirnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini diawali oleh pendefinisian fasies melalui korelasi core to log dengan melakukan review terhadap deskripsi inti batuan (core) dan analisis elektro-fasies dari data log tali kawat. Selanjutnya dilakukan review terhadap hasil analisis petrofisika untuk mengetahui jenis fluida dan definisi reservoir batupasir dan kualitasnya. Batupasir di Lapangan Tunu dibagi menjadi batupasir tipe A, B dan C berdasarkan nilai ambang (cut-off) dari porositas dan volume serpih (Vsh). Kemudian dilakukan korelasi antar sumur yang interpretasinya didukung oleh analisis data tekanan formasi dengan menggunakan data log tali kawat untuk membuat peta struktur kedalaman, korelasi ini juga bertujuan untuk mengetahui dimensi dan geometri dari reservoir batupasir distributary mouth bar. Interpretasi dimensi dan geometri reservoir batupasir distributary mouth bar ini juga didukung oleh hasil analisis data jari-jari pengurasan. Sebelum pemodelan reservoir statis dilakukan, analisis terhadap proporsi dan kualitas reservoir serta daya alir fluida terlebih dahulu dilakukan untuk menentukan parameter yang digunakan dalam pemodelannya. Hal ini penting dilakukan karena semua tipe batupasir A, B dan C ini digunakan dalam
perhitungan volumetrik namun belum tentu semuanya memiliki kontribusi dalam produksi, terutama batupasir tipe C yang memiliki kualitas reservoir paling rendah. Setelah itu dilakukan pemodelan reservoir statis yang diawali dengan pembuatan model struktur, well log upscaling, pemodelan fasies dan petrofisika dengan menerapkan nilai ambang pada porositas, dan diakhiri dengan perhitungan ulang volumetrik gas awalnya (IGIP). Hasil volumetrik yang didapatkan kemudian divalidasi dengan data dinamik yaitu volume CGIP.
Dari penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu dimensi reservoir batupasir distributary mouth bar yang digunakan dalam pemodelan saat ini memiliki kesesuaian dengan hasil korelasi antar sumur, sementara nilai rata-rata dari jari-jari pengurasan sedikit lebih kecil, hal ini menggambarkan tingkat ketidakpastiannya yang cukup tinggi seperti pemilihan jenis komplesi dan alokasi produksi per lapisan. Dari data log dan pemodelan juga diketahui reservoir batupasir distributary mouth bar memiliki proporsi yang lebih banyak dibandingkan reservoir batupasir distributary channel, sementara secara kualitas pada umumnya reservoir batupasir distributary mouth bar lebih jelek dibanding distributary channel karena memiliki kandungan batupasir tipe C yang lebih tinggi yang kemungkinan besar tidak atau kurang berkontribusi terhadap produksi
namun ikut dihitung dalam perhitungan volumetrik gas awalnya. Setelah diterapkan nilai ambang pada porositas dalam perhitunganIGIP, didapatkan hasil volumetrik dengan rasio CGIP-IGIP lebih ideal dibandingkan rasio sebelumnya
Perpustakaan Digital ITB