Lapangan Peciko adalah lapangan gas lepas pantai yang terletak di daerah Delta
Mahakam, Kalimantan Timur, Indonesia. Lapangan ini memiliki luas sekitar 350
km2 dengan kedalaman air laut antara 30 - 50 m. Lapangan gas yang dioperasikan
oleh perusahaan internasional Total (Perancis) dan Inpex (Jepang) ini ditemukan
pada tahun 1983 dan dimulai produksi sejak tahun 1999. Produksi gas di lapangan
ini mencapai puncak produksinya sekitar 1400 MMscfd pada tahun 2005.
Lapangan Peciko ini memiliki struktur antiklin dengan 4 arah kemiringan yang
menunjam ke arah Utara. Lapangan ini tersusun atas reservoir batupasir yang
banyak dan saling bertumpuk (multi layered reservoirs) setebal 4500m. Batupasirbatupasir
ini diendapakan pada periode Akhir Miosen di lingkungan pengendapan
Delta dan Sungai. Secara stratigrafi, reservoir hidrokarbon dari lapangan ini
dikelompokkan menjadi dua zona yaitu Zona Utama di kedalaman 2100 – 4500
mdpl yang didominasi oleh endapan batupasir mouth bars dari linkungan Delta
Front dan Zona Dangkal di kedalaman 500 – 2100 mdpl yang didominasi oleh
endapan sungai dari lingkungan delta plain dan fluvial.
Reservoir gas pada Zona Utama ini sudah diproduksi sejak awal rencana
pengembangan lapangan dan saat ini sedang mengalami penurunan laju produksi
gas. Pada akhir Desember 2016, reservoir gas dari Zona Dangkal memberikan
kontribusi penting sekitar 40% dari total produksi Lapangan Peciko untuk
membantu menahan turunnya laju produksi. Kontribusi utama dari Zona Dangkal
ini berasal dari reservoir batupasir sungai (Y dan MF4 channels). Studi ini
bertujuan untuk melakukan analisis kompartementalisasi stratigrafi pada reservoir
MF4 yang hingga akhir tahun 2016 telah memberikan produksi gas melebihi
besarnya volume cadangan gas awal (IGIP) yang dievaluasi sebelumnya.
Reservoir MF4 ini merupakan reservoir batupasir sungai (distributary channel)
yang diendapkan pada lingkungan delta plain. Pada akhir pola regresif dari suatu
siklus delta, pola progradasi menyebabkan batupasir sungai ini diendapkan secara
amalgamasi dan menyebabkan terjadinya kompartementalisasi stratigrafi.
iii
Kompartementalisasi stratigrafi ini diduga sebagai penyebab mengapa kontak
aktual gas dan air dari sumur-sumur baru di Anjungan S ditemukan lebih dalam
dari kontak aktual yang ditemukan pada sumur sumur yang sudah diproduksi di
area Anjungan W. Akan tetapi, hasil uji tekanan yang deplesi saat pengeboran
sumur-sumur baru di Anjungan S dan data survei tekanan saat sumur produksi di
Anjungan W juga menunjukan bahwa reservoir MF4 ini saling terkoneksi.
Korelasi detail dan pemahaman model sedimentologi yang lebih baik dalam
melakukan analisis kompartementalisasi stratigrafi dari batupasir endapan sungai
yang beramalgamasi ini menjadi kunci untuk menjawab atas permasalahan dalam
studi ini. Amalgamasi dari batupasir endapan sungai distributary channel ini
menyebabkan konektivitas reservoir MF4 secara vertikal dan lateral. Perbedaan
kontak aktual antara sumur-sumur baru di Anjungan S dengan sumur-sumur yang
sudah diproduksi diakibatkan oleh adanya sekat (serpih) antara amalgamasi
endapan sungai dan batupasir bars hasil overbank deposit di antara cabang sungai
distributary channel. Batupasir bars yang memiliki porositas dan permeabilitas
lebih kecil dari batupasir endapan sungai ini juga menyebabkan aliran fluida
sedikit terhambat (semi-barrier).
Berdasarkan hasil analisis ini, pemodelan ulang model statik geologi dilakukan
dengan menggunakan interpretasi atribut seismik (inversi) yang mampu
menggambarkan penyebaran geometri batupasir sungai dalam 3 dimensi. Integrasi
dari data dinamik seperti produksi kumulatif dan survey data tekanan saat
produksi juga dapat digunakan untuk memvalidasi volume cadangan IGIP yang
lebih realistis. Hasil pemodelan geologi ini kemudian diharapkan dapat
memprediksi perencanaan produksi dan produksi air yang lebih akurat dari
reservoir MF4 saat dilakukan simulasi reservoir.