Kemajuan teknologi yang pesat serta meningkatnya harapan konsumen terhadap produk dan jasa merupakan dua di antara banyak faktor yang menciptakan tekanan pada organisasi, termasuk organisasi pemerintahan. Sebagai respon atas tekanan tersebut, organisasi kemudian melakukan usaha peningkatan mutu dan daya saing yang didukung oleh teknologi informasi. Pada organisasi pemerintahan, pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat dikenal dengan istilah e-government.
Pemerintah Indonesia menekankan bahwa setiap lembaga pelaksana e-government perlu memiliki cetak biru (blueprint) pengembangan e-government. Yang dimaksud dengan cetak biru pengembangan e-government adalah rincian rencana pengembangan e-government yang di antaranya memuat: (1) cetak biru aplikasi;
(2) cetak biru sumberdaya manusia; (3) cetak biru jaringan; (4) cetak biru informasi; (5) cetak biru pendanaan; (6) cetak biru struktur organisasi; (7) sistem manajemen dan proses kerja; dan (8) cetak biru perawatan (maintenance).
Penelitian ini akan melakukan pembuatan cetak biru e-government data, aplikasi, dan teknologi di Pemerintah Kota Palangkaraya dengan menggunakan pendekatan Enterprise Architecture Planning (EAP). Ruang lingkup penelitian dibatasi pada pelayanan perizinan terpadu yang ada di Pemerintah Kota Palangkaraya.
Langkah-langkah EAP meliputi pemahaman kondisi organisasi saat ini, pembuatan arsitektur untuk masa mendatang, dan pembuatan rencana implementasi untuk berpindah dari kondisi saat ini ke kondisi yang telah didefinisikan dalam aristektur masa mendatang. Sebelum dilakukan pembuatan rencana implementasi, dilakukan analisa gap untuk mengetahui kesenjangan antara kondisi saat ini dan kondisi yang ingin dicapai.
Mengumpulan data mengenai kondisi organisasi saat ini dilakukan melalui penyebaran kuesioner pada dinas/badan/kantor yang terkait dengan pelayanan perizinan dan non perizinan, wawancara dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian, mempelajari dokumentasi yang telah ada di lingkungan Pemerintah Kota Palangkaraya, dan melakukan pengamatan langsung di lingkungan Pemerintah Kota Palangkaraya.
Dari hasil pengamatan dan analisa terhadap kondisi pelayanan perizinan di Pemerintah Kota Palangkaraya diperoleh 41 proses yang dikelompokkan dalam 6 kelompok proses, 2 aplikasi yang berhubungan dengan pelayanan perizinan, dan 116 entitas data yang teridentifikasi. Kelompok proses tersebut adalah: (1) Pengelolaan Pelayanan; (2) Pengelolaan Tim Teknis; (3) Administrasi; (4) Penjaminan Kepuasan Masyarakat; (5) Pemrosesan Dokumen dan Akta Kependudukan; dan (6) Pemrosesan Dokumen Usaha.
Analisis terhadap proses bisnis perlayanan perizinan yang ada saat ini di Pemerintah Kota Palangkaraya menghasilkan kesimpulan bahwa diperlukan optimasi pada proses bisnis pelayanan perizinan. Pola pelayanan yang diusulkan adalah pola pelayanan terpadu satu pintu sesuai definisi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu pintu. Perubahan pola pelayanan ini akan menimbulkan dampak perubahan pada struktur organisasi dan pembagian kewenangan pada Pemerintah Kota Palangkaraya.
Sebelum membangun arsitektur terlebih dahulu dilakukan analisis potensi penggunaan teknologi untuk mewujudkan pelayanan yang prima. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa arsitektur yang dihasilkan, dan investasi teknologi yang nantinya dilakukan benar-benar menyokong tujuan tersebut. Dengan mempertimbangkan masukan dari analisis potensi penggunaan teknologi dan data yang diolah, diperoleh 12 aplikasi dalam arsitektur aplikasi masa mendatang. Aplikasi-aplikasi tersebut dikelompokkan dalam 6 sistem informasi, yaitu: (1) Sistem Informasi Perencanaan; (2) Sistem Informasi Tim Teknis; (3) Sistem Informasi G2C (Government to Citizen); (4) Sistem Informasi Administrasi; (5) Sistem Informasi Penjaminan Kepuasan Masyarakat; (6) Sistem Informasi G2B (Government to Business). Kedua belas aplikasi yang ada dalam aristektur aplikasi akan diperoleh dengan meningkatkan 1 aplikasi yang saat ini sudah ada, dan membuat 11 aplikasi baru.
Prioritas implementasi aplikasi disusun dalam 4 tahapan yang menggambarkan ketergantungan data antar tahapannya. Selain memperhatikan ketergantungan data, pembuatan urutan prioritas implementasi aplikasi juga dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan organisasi dan ketersediaan sumber daya manusia. Pelaksanaan tahap-tahap tersebut dibagi dalam program jangka pendek (1-2 tahun), dan program jangka waktu panjang (lebih dari 2 tahun).