digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak Oco Santoso [37020001]
PUBLIC Open In Flipbook Noor Pujiati.,S.Sos

BAB I Oco Santoso [37020001]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB II Oco Santoso [37020001]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB III Oco Santoso [37020001]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB IV Oco Santoso [37020001]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB V Oco Santoso [37020001]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB VI Oco Santoso [37020001]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

BAB VII Oco Santoso [37020001]
Terbatas  Noor Pujiati.,S.Sos
» Gedung UPT Perpustakaan

Perkembangan teknologi digital telah melahirkan paradigma budaya baru yang menantang batas ontologis antara manusia dengan non-manusia, tubuh dengan mesin. Fenomena ini memicu munculnya diskursus posthumanisme, yang menggeser pusat pengetahuan dari subjek manusia ke jaringan relasional yang melibatkan entitas non-manusia, termasuk di dalamya kecerdasan buatan (AI). Dalam konteks seni rupa, perubahan ini memunculkan tantangan baru terhadap peran tubuh, ekspresi psikologis, dan makna kreatif dalam praktik artistik yang semakin didominasi oleh teknologi digital. Titik tolak disertasi ini diawali dari persoalan bagaimana seni lukis dapat menjadi ruang refleksi kritis terhadap fenomena posthuman melalui penggabungan ekspresi tubuh manusia dengan representasi digital. Dengan menggunakan pendekatan estetika paradok, penelitian ini mengajukan konsep paradok sebagai kerangka kritis untuk merepresentasikan keganjilan visual, ironi, dan absurditas yang muncul dari pertemuan antara gestur manual dan citra digital. Pendekatan Art Practice as Research (APaR) dipakai sebagai metoda untuk mengkaji sejauhmana problem estetika seni lukis yang dapat dielaborasi dalam konteks posthumanisme. Diawali dengan tahapan konseptual, eksperimentasi visual, dokumentasi, hingga refleksi afektif melalui interaksi antara penulis (seniman), medium, dan visual digital. Praktik seni lukis tidak hanya diposisikan sebagai kegiatan representasional, melainkan sebagai bentuk artikulasi epistemologis dan refleksi kritis terhadap pergeseran eksistensi tubuh yang terjadi di era posthuman. Image yang dibuat dengan generatif AI dimanfaatkan sebagai basis visual untuk direspon secara manual dengan media cat minyak. Metode ini dipakai untuk menjelajahi kemungkinan lukisan sebagai medium embodied dalam mengembalikan kehadiran tubuh manusia secara fisik yang semakin tersisih dalam estetika visual digital. Kerangka konseptual dalam penelitian dibangun dari pemikiran Rosi Braidotti mengenai subjek posthuman, N. Katherine Hayles tentang disembodiment dan informasi, pendekatan posthuman afirmatif dari Feranndo, serta estetika post digital sebagaimana dibahas oleh Christiane Paul dan Kim Cascone, dan estetika paradok yang digagas oleh Yacob Sumardjo. Studi komparasi mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dan Hays, Tom Palin, dan Michael Stubbs yang secara aktif mempersoalkan batas antara visual digital dan manual. Kontribusi orisinal (novelty) dari penelitian ini adalah perumusan estetika paradok dalam konteks posthumanisme sebagai model penciptaan artistik yang menegaskan pentingnya keberadaan tubuh dalam kolaborasi manusia dengan mesin. Refleksi kritis tidak diarahkan pada penolakan terhadap teknologi, tetapi pada tindakan estetis yang merayakan kehadiran tubuh manusia sebagai sumber pengalaman dan makna di tengah dunia visual posthuman. Melalui pendekatan ini, seni lukis didudukan sebagai ruang pengetahuan embodied yang mampu merespons kompleksitas visual, etika, dan eksistensi dalam budaya algoritmik kontemporer. Di sisi yang lain menunjukkan bahwa seni lukis tetap relevan sebagai medium pemikiran dan produksi pengetahuan dalam lingkup budaya pasca-manusia