digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK Yahya Firstaria Ardhani
PUBLIC Open In Flipbook Roosalina Vanina Viyazza

Komitmen Indonesia untuk mencapai net-zero emissions pada tahun 2060 serta penurunan bertahap penggunaan batu bara menimbulkan tantangan strategis yang signifikan bagi perusahaan tambang swasta. Penelitian ini menganalisis bagaimana sebuah perusahaan tambang di Kalimantan Timur (KJA) dapat tetap menghasilkan nilai dari cadangan Pit B sebesar 30 juta ton selama masa transisi. Tiga opsi strategi dievaluasi: pertama, mempertahankan operasi sebagai penambang batu bara mandiri, kedua yaitu melakukan integrasi vertikal ke pembangkit listrik dengan membangun fasilitas Integrated Gasification Combined Cycle (IGCC) berkapasitas 300 MW yang mampu beralih ke bahan bakar berkarbon lebih rendah, dan ketiga melepaskan aset batu bara kepada pihak eksternal. Studi ini mengintegrasikan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif, konteks industri disusun menggunakan PESTLE dan Porter’s Five Forces, serta analisis pemangku kepentingan yang menekankan keselarasan kebijakan, dampak terhadap komunitas, dan keandalan pembeli akhir. Desain acuan IGCC diidentifikasi dengan penekanan pada fleksibilitas bahan bakar. Secara kuantitatif, arus kas proyek dimodelkan menggunakan Free Cash Flow to Firm (FCFF) dan didiskontokan dengan Weighted Average Cost of Capital (WACC) per spesifik proyek dan tidak digunakan nilai terminal mengingat pembatasan masa berlaku izin dan deplesi cadangan pada segmen tambang maupun pembangkit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan operasi sebagai tambang menghasilkan valuasi fundamental sekitar USD 58,5 juta pada asumsi acuan, sementara divestasi memberikan arus kas langsung sekitar USD 75 juta. Pilihan menggunakan IGCC menghasilkan nilai sekitar USD 147,6 juta dan menawarkan nilai jangka panjang tertinggi, dengan prasyarat tercapainya asumsi tarif dan efisiensi serta pengelolaan risiko eksekusi. Analisis sensitivitas menegaskan tiga pengungkit utama: harga batu bara/tarif, stripping ratio, serta belanja modal dengan efisiensi, perubahan WACC secara material memengaruhi hasil seluruh alternatif. Secara keseluruhan, bukti penelitian mendukung IGCC sebagai strategi paling kuat untuk meningkatkan nilai sekaligus memastikan keberlanjutan usaha dan penyelarasan perusahaan dengan transisi energi hijau, dengan opsi divestasi sebagai proteksi bawah yang dapat dipertanggungjawabkan.