digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Sirkulasi angin laut (sea breeze circulation, SBC) merupakan fenomena atmosfer berskala meso yang muncul akibat perbedaan pemanasan antara daratan dan lautan. Perbedaan suhu tersebut menimbulkan gradien tekanan horizontal yang memicu aliran udara dari laut menuju darat pada siang hari dan sebaliknya pada malam hari. Sistem ini berperan penting dalam mengatur kondisi cuaca pesisir, memodulasi suhu permukaan, meningkatkan kelembapan, serta memicu pembentukan awan konvektif. Di wilayah pesisir tropis seperti Indonesia, yang memiliki garis pantai panjang dan kepadatan penduduk tinggi, pemahaman mengenai karakteristik dan dinamika SBC menjadi penting bagi kegiatan operasional meteorologi, peringatan dini cuaca lokal, dan keselamatan penerbangan. Meskipun demikian, kajian observasional yang menguraikan struktur temporal, spasial, dan vertikal dari sirkulasi ini masih terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik sirkulasi angin laut di wilayah pesisir utara Jawa bagian tengah dengan memanfaatkan data observasi permukaan dan radar cuaca. Kajian dilakukan untuk menentukan waktu onset, kecepatan propagasi, jarak intrusi, panjang front, dan variasi musiman SBC serta hubungan fenomena tersebut dengan kondisi sinoptik latar. Pendekatan yang digunakan melibatkan metode penyaringan berbasis fisik (filter method) untuk menyeleksi hari-hari dengan potensi sea breeze day (SBD), diikuti dengan analisis spasial dan vertikal menggunakan produk radar cuaca. Data yang digunakan meliputi pengamatan Automatic Weather Station (AWS) dengan interval 10 menit untuk mendeteksi perubahan arah angin, suhu, dan kelembapan; data reanalisis ERA5 pada lapisan 700 hPa sebagai proksi kondisi sinoptik; serta data radar cuaca C-Band yang diolah menjadi produk Multiple Plan Position Indicator (MPPI) dan Volume Velocity Processing (VVP) guna mengidentifikasi struktur horizontal dan vertikal sirkulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SBC berkembang terutama pada kondisi angin sinoptik lemah (< 11 m/s) dan kontras suhu darat–laut (?T) ? 3 °C. Sirkulasi ini umumnya mulai terbentuk pada pukul 08.00–10.00 LT, mencapai puncak pada 13.00–15.00 LT, dan melemah menjelang malam hari. Intrusi udara laut ke darat mencapai 15–30 km dengan kecepatan 2–8 m/s dan kedalaman lapisan sekitar 1 km. Distribusi musiman memperlihatkan bahwa frekuensi tertinggi terjadi pada musim peralihan kedua (SON), diikuti musim kemarau (JJA), sedangkan pada musim hujan (DJF) fenomena ini jarang muncul akibat dominasi monsun barat yang memperkecil gradien termal. Perubahan arah angin permukaan lebih dari 30°, peningkatan kelembapan 5–10%, dan penurunan suhu udara siang hari menjadi indikator khas dari onset SBC. Analisis radar memperlihatkan dua lapisan utama sirkulasi, yaitu aliran darat–laut di lapisan bawah (0–1,2 km) dan aliran balik (return flow) di lapisan atas (1,8–2 km). Nilai vertical shear di lapisan bawah berkisar antara 2–9 (m/s)/km (?0,002–0,009 s?¹) dan mencapai maksimum sekitar 20 (m/s)/km (?0,02 s?¹) pada ketinggian 0–0,25 km. Nilai ini menunjukkan zona konvergensi kuat akibat perbedaan momentum horizontal antara udara darat dan laut, yang berperan dalam memperkuat pembentukan front dan proses konveksi lokal. Sistem yang terbentuk paling kuat muncul pada kondisi ?T besar dan kecepatan angin sinoptik lemah, menghasilkan sirkulasi stabil dengan lapisan onshore yang dalam serta aktivitas konvektif di wilayah pesisir. Hasil ini menegaskan bahwa interaksi antara kontras termal darat–laut, kondisi angin sinoptik, dan struktur vertikal atmosfer menjadi pengendali utama dinamika sirkulasi angin laut di wilayah pesisir utara Jawa bagian tengah.