digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

ABSTRAK William Bernardus
PUBLIC Open In Flipbook Esha Mustika Dewi

Secara umum, sambungan las merupakan salah satu metode penyambungan yang paling fleksibel dalam menyesuaikan geometri sambungan baja. Dibandingkan dengan sambungan baut. Sambungan las dapat diaplikasikan pada berbagai bentuk struktur, termasuk sambungan yang memiliki kelengkungan atau penampang tidak beraturan. Hal ini sering dijumpai pada struktur lepas pantai, jembatan, serta struktur gedung tinggi yang menggunakan elemen baja dengan kontur permukaan melengkung. Misalnya, link dalam sistem struktur Eccentrically Braced Frame (EBF) pada bangunan, sambungan las digunakan pada link yang berfungsi sebagai fuse atau elemen pendisipasi energi. Dalam konteks ini, sambungan las menjadi lebih efektif karena mampu menyalurkan gaya dengan merata dan mendukung mekanisme disipasi energi saat struktur mengalami gaya gempa. Pemodelan sambungan las dalam analisis numerik, khususnya metode elemen hingga, harus dilakukan dengan ketelitian tinggi. Distribusi tegangan yang terjadi pada kedua elemen baja yang disambungkan harus dapat ditangkap dengan benar. Jika tidak, terdapat risiko terjadinya konsentrasi tegangan berlebihan pada titik-titik tertentu, terutama di daerah weld toe atau weld root. Konsentrasi tegangan berlebih tersebut dinyatakan dalam parameter Stress Concentration Factor (SCF). Dengan memodelkan sambungan las secara lebih akurat, distribusi tegangan dapat lebih merata, nilai SCF dapat direduksi, dan potensi kegagalan lokal pada daerah sambungan dapat diminimalisasi. SCF sendiri memiliki keterkaitan langsung dengan ketahanan fatigue dari sambungan. Pada kondisi beban berulang, misalnya beban akibat lalu lintas pada jembatan atau beban siklik akibat gempa, sambungan dengan nilai SCF tinggi akan lebih rentan mengalami retak inisiasi. Retak ini biasanya bermula di daerah weld toe dan kemudian berkembang menjadi retak propagasi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kegagalan fatigue. Oleh karena itu, pengendalian geometri las dan reduksi SCF bukan hanya penting untuk kapasitas statis, tetapi juga krusial untuk memperpanjang umur kelelahan struktur baja. ii Beberapa strategi geometri, seperti pemangkasan pipa untuk penetrasi las dapat meningkatkan kualitas transfer tegangan. Dengan penetrasi las yang lebih baik ke dalam pipa, distribusi tegangan menjadi lebih stabil dan homogen, sehingga risiko inisiasi retak fatigue dapat ditekan. Variasi bentuk penampang las juga sangat berpengaruh, misalnya fillet segitiga, las cekung, las cembung, cembung poligon, maupun kombinasi Complete Joint Penetration (CJP) dengan cekung. Masing- masing bentuk penampang memiliki perilaku struktural yang berbeda dalam menghantarkan tegangan, sehingga penelitian ini memodelkan seluruh variasi bentuk tersebut, termasuk kondisi ekstrem berupa model tanpa las. Selain aspek geometri, penelitian ini juga mengkaji material nonlinier dalam pemodelan. Baja tidak hanya bekerja dalam rentang elastis, tetapi dapat memasuki fase plastis hingga mendekati kondisi fraktur. Pemodelan dengan material nonlinier memungkinkan analisis yang lebih realistis terhadap daktilitas sambungan. Daktilitas, dalam konteks ini, didefinisikan sebagai kemampuan struktur untuk berdeformasi secara signifikan sebelum mengalami keruntuhan secara tiba-tiba. Sambungan las dengan geometri tertentu dapat memberikan kapasitas daktilitas lebih tinggi dibanding sambungan tanpa las, bergantung pada jenis pembebanannya (aksial tarik, aksial tekan, momen, maupun P lateral). Efek P–? juga tidak dapat diabaikan. Pada struktur dengan deformasi besar, gaya aksial yang bekerja dapat menimbulkan tambahan momen sekunder akibat pergeseran lateral. Fenomena ini memperbesar respon deformasi sambungan, yang pada gilirannya dapat memengaruhi nilai SCF, tingkat daktilitas, serta umur fatigue. Oleh karena itu, penelitian ini tidak hanya mengkaji distribusi tegangan pada kondisi elastis, tetapi juga meninjau interaksi antara pembebanan berulang, nonlinieritas material, dan ketidakstabilan geometrik. Di Indonesia, aspek detail kualitas las masih sering kurang diperhatikan. Kerapian hasil las, keseragaman ukuran kaki las, serta transisi geometri yang halus antara las dan elemen induk sering kali diabaikan. Hal ini berpotensi meningkatkan SCF dan mempercepat kegagalan akibat fatigue. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam memahami pengaruh variasi geometri las terhadap distribusi tegangan, daktilitas, ketahanan fatigue, serta keandalan sambungan baja, sekaligus menjadi dasar rekomendasi peningkatan praktik pengelasan di lapangan.