digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Pertumbuhan penduduk Kota Bandung yang mencapai 2,5 juta jiwa pada tahun 2024 dengan laju 0,91% per tahun telah memicu peningkatan timbulan sampah hingga rata-rata 1.496,3 ton per hari. Pemerintah Kota Bandung telah berupaya menekan beban TPA Sarimukti melalui pembangunan infrastruktur pengelolaan berbasis konsep 3R, yaitu Bank Sampah Induk (BSI), Pusat Daur Ulang (PDU), dan Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS 3R). Meskipun demikian, porsi sampah anorganik yang masih berakhir di TPA tercatat cukup tinggi, yakni 38,7% dari total timbulan dengan dominasi plastik (9,07%) dan kertas (8,45%), sehingga menandakan adanya inefisiensi dalam sistem aliran material. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun paradigma pengelolaan sampah berbasis 3R telah diatur melalui Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 dan ditargetkan untuk mencapai Indeks Kinerja Pengeloalan Sampah (IKPS) sebesar 65 pada tahun 2029, implementasinya di lapangan masih menghadapi kendala teknis, kelembagaan, dan finansial. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab kebutuhan kajian integratif mengenai aliran material dan optimalisasi infrastruktur 3R, yang belum banyak disentuh oleh penelitian sebelumnya. Tujuan penelitian meliputi: (1) menganalisis kondisi eksisting pengelolaan sampah anorganik pada BSI, PDU, dan TPS 3R menggunakan Material Flow Analysis (MFA); (2) mengidentifikasi kesenjangan sistem termasuk residu yang masih berakhir di TPA serta potensi daur ulang yang belum dimanfaatkan; dan (3) menentukan skenario optimalisasi pengelolaan dengan mempertimbangkan aspek teknis, kelembagaan, dan pembiayaan melalui Analytical Hierarchy Process (AHP). Selain itu, penelitian ini juga mencakup rencana penggunaan Life Cycle Costing (LCC) untuk menilai kelayakan finansial dari skenario optimalisasi yang dihasilkan. Data penelitian meliputi data primer berupa wawancara dan observasi pada lokasi penelitian, serta data sekunder dari laporan pengelolaan sampah tahun 2024. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan fokus dan kapasitas pengelolaan antar infrastruktur. BSI dan PDU mengelola sampah anorganik, ii sementara TPS 3R lebih berorientasi pada sampah organik dengan kapasitas terbatas untuk anorganik. Kapasitas olah anorganik tercatat 452,33 ton/tahun di BSI, 3,78 ton/tahun di PDU, dan 365,85 ton/tahun di TPS 3R. Pada ketiga fasilitas tersebut, proses pemilahan dan penyimpanan merupakan aktivitas utama, dengan tambahan pemadatan di PDU apabila mesin berfungsi. Seluruh sampah anorganik hasil pemilahan kemudian dijual ke sektor informal, khususnya bandar, sementara residu tetap dibuang ke TPA. Analisis D-Stock menunjukkan adanya akumulasi material yang tertahan di beberapa fasilitas, seperti BSI Babakan Sari (+24,68 ton/tahun) dan TPS 3R (+540,23 ton/tahun), yang menandakan potensi daur ulang belum sepenuhnya termanfaatkan. Sebaliknya, BSI Sadang Serang menunjukkan D-Stock negatif (-7,64 ton/tahun), yang mencerminkan struktur aliran yang lebih linear. Hasil AHP menegaskan bahwa aspek teknis (0,37) dan pembiayaan (0,36) memiliki bobot lebih dominan dibanding aspek kelembagaan (0,27). Strategi prioritas yang muncul meliputi peningkatan kapasitas pengolahan sesuai dengan volume sampah masuk, penyelarasan teknologi antar fasilitas, penguatan partisipasi masyarakat melalui aturan internal yang jelas, serta penjaminan keberlanjutan sumber pendanaan dengan memadukan APBD, insentif, dan kemitraan swasta. Secara keseluruhan, penelitian ini menyimpulkan bahwa optimalisasi sistem 3R di Kota Bandung memerlukan pendekatan integratif yang menggabungkan dimensi teknis, kelembagaan, dan finansial agar mampu menekan residu ke TPA serta meningkatkan nilai ekonomi material daur ulang. Implementasi strategi prioritas diharapkan dapat memperkuat kontribusi BSI, PDU, dan TPS 3R dalam mendukung target pengurangan sampah 30% pada tahun 2025. Lebih lanjut, analisis LCC diharapkan melengkapi kajian dengan memberikan perspektif keberlanjutan finansial sebagai dasar perumusan kebijakan pengelolaan sampah 3R yang lebih komprehensif dan berorientasi jangka panjang.