digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Meskipun startup di Indonesia berperan krusial bagi pertumbuhan ekonomi, mereka menghadapi tingkat kegagalan yang tinggi. Ini disebabkan oleh banyaknya kendala dari sisi strategis hingga operasional akibat keterbatasan finansial. Mengingat eratnya peran startup terhadap inovasi, perilaku inovatif karyawan menjadi kunci penting untuk menyelesaikan isu ini sekaligus sebagai dasar inovasi organisasi secara berkelanjutan. Mengacu pada Componential Theory of Creativity, perilaku inovatif merupakan proses interaksi sinergis antara faktor internal pada tingkat individu dan faktor eksternal pada tingkat organisasi. Namun pemahaman mengenai dinamika, hierarki kepentingan, dan mekanisme interaksi antar faktor tersebut masih terbatas dalam konteks startup. Kesenjangan pemahaman ini menghadirkan isu strategi bagi manajemen startup untuk menentukan area prioritas untuk menumbuhan inovasi secara efektif. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan tersebut dengan menganalisis secara empiris hirarki pengaruh dan mekanisme interaksi antara faktor-faktor kunci individu (motivasi intrinsik, learning agility, dan keterlibatan karyawan) dan organisasi (dukungan terhadap inovasi dan penghargaan ekstrinsik informasional). Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini mengadopsi pendekatan kuantitatif dengan metode PLS-SEM. Data dikumpulkan melalui survei terhadap sampel akhir sejumlah 238 karyawan di berbagai startup di Indonesia. Jumlah ini telah memenuhi kriteria inklusi pengalaman kerja minimal dua bulan untuk memastikan pemahaman yang memadai terhadap konteks organisasi. Instrumen penelitian divalidasi secara cermat melalui tahap pilot study untuk menjamin reliabilitas dan ii validitas model pengukuran sebelum analisis model struktural dilakukan. Hasil analisis model struktural menunjukkan hierarki pengaruh yang jelas bahwa motivasi intrinsik adalah pendorong langsung terkuat. Kemudian diikuti oleh organizational support for innovation dan employee engagement. Lebih lanjut, penelitian ini mengungkap mekanisme kunci bahwa learning agility berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung melalui employee engagement, yang kemudian menjadi saluran utama untuk mendorong inovasi. Sebaliknya, informational extrinsic rewards terbukti tidak efektif dalam konteks ini. Kebaruan penelitian ini terletak pada pengujian model komprehensif yang secara simultan memetakan hierarki dan interaksi berbagai faktor pendorong inovasi dalam konteks startup di negara berkembang yang masih kurang tereksplorasi. Secara teoretis, penelitian ini memberikan kontribusi dengan menyajikan batasan kontekstual (boundary conditions) bagi teori-teori mapan. Temuan ini secara kuat mengkonfirmasi dominasi Self-Determination Theory dalam lingkungan minim sumber daya, memperhalus Social Exchange Theory dengan memposisikan dukungan sebagai prasyarat alih-alih penguat, dan memberikan pandangan kritis terhadap efektivitas imbalan informasional di lingkungan yang menjunjung tinggi otonomi. Secara keseluruhan, studi ini menawarkan panduan strategis berbasis bukti bagi para manajemen startup. Untuk memaksimalkan inovasi dengan sumber daya terbatas, prioritas utama harus diberikan pada penguatan motivasi intrinsik karyawan dengan merancang pekerjaan yang memberikan otonomi. Upaya ini harus didukung secara paralel oleh prioritas kedua, yaitu penciptaan lingkungan kerja yang aman secara psikologis, dengan eksperimen dan kegagalan dinormalisasi sebagai bagian dari proses belajar. Selanjutnya, learning agility harus dipandang sebagai investasi jangka panjang untuk membangun employee engagement. Dengan mengembangkan kapabilitas ini, startup dapat menumbuhkan perilaku kerja sukarela dari karyawan yang terlibat. Sehingga pada akhirnya menjadi pendorong kuat bagi inovasi.