Meskipun startup di Indonesia berperan krusial bagi pertumbuhan ekonomi,
mereka menghadapi tingkat kegagalan yang tinggi. Ini disebabkan oleh banyaknya
kendala dari sisi strategis hingga operasional akibat keterbatasan finansial.
Mengingat eratnya peran startup terhadap inovasi, perilaku inovatif karyawan
menjadi kunci penting untuk menyelesaikan isu ini sekaligus sebagai dasar inovasi
organisasi secara berkelanjutan. Mengacu pada Componential Theory of Creativity,
perilaku inovatif merupakan proses interaksi sinergis antara faktor internal pada
tingkat individu dan faktor eksternal pada tingkat organisasi. Namun pemahaman
mengenai dinamika, hierarki kepentingan, dan mekanisme interaksi antar faktor
tersebut masih terbatas dalam konteks startup. Kesenjangan pemahaman ini
menghadirkan isu strategi bagi manajemen startup untuk menentukan area prioritas
untuk menumbuhan inovasi secara efektif. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab
permasalahan tersebut dengan menganalisis secara empiris hirarki pengaruh dan
mekanisme interaksi antara faktor-faktor kunci individu (motivasi intrinsik,
learning agility, dan keterlibatan karyawan) dan organisasi (dukungan terhadap
inovasi dan penghargaan ekstrinsik informasional).
Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini mengadopsi pendekatan kuantitatif
dengan metode PLS-SEM. Data dikumpulkan melalui survei terhadap sampel akhir
sejumlah 238 karyawan di berbagai startup di Indonesia. Jumlah ini telah
memenuhi kriteria inklusi pengalaman kerja minimal dua bulan untuk memastikan
pemahaman yang memadai terhadap konteks organisasi. Instrumen penelitian
divalidasi secara cermat melalui tahap pilot study untuk menjamin reliabilitas dan
ii
validitas model pengukuran sebelum analisis model struktural dilakukan. Hasil
analisis model struktural menunjukkan hierarki pengaruh yang jelas bahwa
motivasi intrinsik adalah pendorong langsung terkuat. Kemudian diikuti oleh
organizational support for innovation dan employee engagement. Lebih lanjut,
penelitian ini mengungkap mekanisme kunci bahwa learning agility berpengaruh
secara langsung maupun tidak langsung melalui employee engagement, yang
kemudian menjadi saluran utama untuk mendorong inovasi. Sebaliknya,
informational extrinsic rewards terbukti tidak efektif dalam konteks ini.
Kebaruan penelitian ini terletak pada pengujian model komprehensif yang secara
simultan memetakan hierarki dan interaksi berbagai faktor pendorong inovasi
dalam konteks startup di negara berkembang yang masih kurang tereksplorasi.
Secara teoretis, penelitian ini memberikan kontribusi dengan menyajikan batasan
kontekstual (boundary conditions) bagi teori-teori mapan. Temuan ini secara kuat
mengkonfirmasi dominasi Self-Determination Theory dalam lingkungan minim
sumber daya, memperhalus Social Exchange Theory dengan memposisikan
dukungan sebagai prasyarat alih-alih penguat, dan memberikan pandangan kritis
terhadap efektivitas imbalan informasional di lingkungan yang menjunjung tinggi
otonomi.
Secara keseluruhan, studi ini menawarkan panduan strategis berbasis bukti bagi
para manajemen startup. Untuk memaksimalkan inovasi dengan sumber daya
terbatas, prioritas utama harus diberikan pada penguatan motivasi intrinsik
karyawan dengan merancang pekerjaan yang memberikan otonomi. Upaya ini
harus didukung secara paralel oleh prioritas kedua, yaitu penciptaan lingkungan
kerja yang aman secara psikologis, dengan eksperimen dan kegagalan dinormalisasi
sebagai bagian dari proses belajar. Selanjutnya, learning agility harus dipandang
sebagai investasi jangka panjang untuk membangun employee engagement. Dengan
mengembangkan kapabilitas ini, startup dapat menumbuhkan perilaku kerja
sukarela dari karyawan yang terlibat. Sehingga pada akhirnya menjadi pendorong
kuat bagi inovasi.
Perpustakaan Digital ITB