Pertumbuhan wilayah perkotaan memicu permasalahan sanitasi yang menurunkan daya
dukung lingkungan. Keterbatasan lahan dan meningkatnya kepadatan penduduk menjadikan
tingginya kebutuhan sanitasi menuntut pengelolaan yang berkelanjutan. Pemerintah Indonesia
mendorong pembangunan IPAL-Komunal berbasis masyarakat di berbagai kota, termasuk
Kota Bandung, untuk mendukung target SDGs, khususnya akses sanitasi aman 100%.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan pengelolaan air limbah domestik skala
komunal di Kota Bandung untuk mendukung keberlanjutan sanitasi aman di kawasan padat
penduduk. Studi dilakukan di empat kelurahan di Kota Bandung yaitu Karasak, Sukawarna,
Bandung Wetan, dan Cicaheum dengan 174 responden dari pengelola dan pengguna.
Keberlanjutan dinilai menggunakan RAPFISH pada lima aspek: teknis, kelembagaan,
finansial, sosial, dan lingkungan. Hasil menunjukkan skor keberlanjutan berkisar 50,86–73,91
yang mencerminkan status cukup berkelanjutan. Analisis leverage mengidentifikasi faktor
paling berpengaruh yaitu kondisi fisik IPAL, peran pemerintah, partisipasi masyarakat, dan
persepsi terhadap kualitas lingkungan. Evaluasi kebijakan dengan evaluasi formatif
berdasarkan enam kriteria William Dunn menunjukkan efektivitas kebijakan masih rendah.
Selanjutnya, analisis SWOT menunjukkan seluruh lokasi berada pada kuadran I dengan skor
IFAS antara 1,76–3,77 dan EFAS antara 1,57–2,97, yang mengarah pada strategi agresif
berbasis kombinasi kekuatan dan peluang. Strategi kebijakan yang disarankan mencakup
penguatan kelembagaan, pendampingan teknis, pengaturan tarif berbasis regulasi, serta
peningkatan partisipasi dan edukasi masyarakat. Temuan ini menunjukkan perlunya kebijakan
yang lebih adaptif dan kolaboratif untuk menjamin keberlanjutan sistem pengelolaan sanitasi
di wilayah padat penduduk.
Perpustakaan Digital ITB