digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Abstrak
PUBLIC Open In Flipbook Dewi Supryati

Pengelolaan material retur, yakni material hasil bongkar yang berpotensi digunakan kembali, menjadi salah satu aspek penting dalam sistem logistik distribusi PT PLN (Persero). Khususnya Miniature Circuit Breaker (MCB) eks bongkar, yang keberadaannya menimbulkan tantangan penting dalam manajemen logistik. Tantangan ini muncul karena beberapa alasan. (i) MCB memiliki peran vital sebagai komponen proteksi dalam sistem distribusi listrik yang langsung berhubungan dengan pelanggan, sehingga kelayakan teknis dan keandalannya wajib terjamin. (ii) Jumlah material retur yang signifikan, yakni 7.058 unit MCB selama periode penelitian, menuntut mekanisme pengelolaan yang efektif agar tidak terjadi penumpukan aset yang tidak produktif. (iii) Belum tersedia standar klasifikasi teknis yang terdokumentasi secara formal di PT PLN (Persero), sehingga proses klasifikasi masih mengandalkan inspeksi visual sederhana tanpa pengujian terstandar, berisiko menimbulkan salah klasifikasi dan mengurangi efektivitas pengelolaan. (iv) Aspek finansial, beban pengadaan material MCB cukup besar dengan harga kontrak MCB Rp 41.000 per unit, sehingga total nilai material retur mencapai Rp289,38 juta. Hal ini menunjukkan adanya potensi efisiensi finansial yang signifikan melalui pengelolaan yang tepat. (v) Aspek lingkungan, setiap unit MCB mengandung sekitar 15 gram tembaga, sehingga total kandungan tembaga mencapai 107 kilogram. Apabila tidak dikelola dengan baik, terdapat risiko pelepasan emisi tembaga setara 4 kg CO2e, sedangkan estimasi penghematan karbon melalui pengelolaan material retur mencapai 423,48 kg CO2e. (vi) Potensi reuse dan refurbish dinilai tinggi karena sebagian besar unit masih memiliki sisa umur teknis. Rumusan masalah penelitian ini difokuskan pada bagaimana merancang sistem klasifikasi teknis material retur MCB yang lebih terstruktur, terdokumentasi, dan berkelanjutan untuk mendukung efisiensi operasional serta selaras dengan agenda transformasi hijau PT PLN (Persero). Sistem terstruktur diwujudkan melalui pemetaan proses bisnis menggunakan Business Process Modelling (BPM), sistem terdokumentasi melalui penyusunan form evaluasi teknis, dan sistem berkelanjutan melalui penerapan prinsip 6R, khususnya strategi reuse dan refurbish. ii Penelitian ini bertujuan menghasilkan sistem klasifikasi teknis MCB eks bongkar berbasis Remaining Useful Life (RUL), 8 (delapan) dimensi kualitas Garvin, dan prinsip 6R yang dapat meningkatkan akurasi penilaian kelayakan teknis sekaligus mendukung aspek finansial, lingkungan, dan keberlanjutan. Metodologi penelitian menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif dengan studi kasus di PT PLN (Persero) UID Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Data dikumpulkan melalui observasi langsung, wawancara dengan personel logistik dan teknis, serta telaah dokumen internal, termasuk SPLN 108:1993 sebagai acuan pengujian. Objek penelitian mencakup 1.321 unit MCB eks bongkar yang diolah melalui tahapan pemetaan alur bisnis dengan BPM, penyusunan form evaluasi teknis berbasis dimensi kualitas Garvin, serta penyederhanaan pengujian SPLN menjadi 4 (empat) kategori relevan dengan kondisi gudang. Hasil penelitian menunjukkan sistem klasifikasi usulan berbasis BPM mampu membagi material MCB ke dalam 3 (tiga) kategori, yaitu reuse, refurbish, dan usul hapus. Klasifikasi dilakukan dengan pendekatan skor yang mempertimbangkan aspek fisik, mekanik, elektrik, dan historis penggunaan. Pendekatan ini meningkatkan akurasi penilaian dibanding metode visual sebelumnya, karena didukung parameter teknis terukur dan data historis. Implementasi sistem menghasilkan potensi efisiensi biaya sebesar Rp53,58 juta serta pengurangan emisi karbon 79,26 kg CO2e. Penelitian ini menyimpulkan bahwa klasifikasi teknis berbasis RUL, dimensi kualitas Garvin, dan prinsip 6R mampu meningkatkan keakuratan, objektivitas, dan akuntabilitas dalam evaluasi material retur. Selain itu, sistem ini memperkuat dokumentasi, memperjelas alur bisnis, serta mendukung integrasi ke dalam sistem digital PLN seperti SAP dan Aplikasi Gudang Online (AGO). Keseluruhan temuan memperlihatkan relevansi sistem klasifikasi ini dengan agenda transformasi digital dan transformasi hijau PLN menuju target Net Zero Emission 2060 serta pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs). Saran penelitian adalah agar sistem klasifikasi teknis ini dikembangkan lebih lanjut pada material retur lainnya, sehingga manfaat efisiensi, keberlanjutan, dan kontribusi terhadap transformasi hijau dapat diperluas secara signifikan.