digilib@itb.ac.id +62 812 2508 8800

Keterbatasan ruang pada hunian vertikal, terutama apartemen tipe studio, memunculkan tantangan dalam mendukung aktivitas harian sekaligus memenuhi kebutuhan penyimpanan. Aktivitas domestik yang tumpang tindih, serta dinamika perubahan kebutuhan penghuni dari waktu ke waktu, menuntut solusi furnitur yang mampu meningkatkan fleksibilitas dan adaptivitas pada ruang hunian apartemen. Design for Disassembly (DfD), sebuah pendekatan desain yang berfokus pada pembongkaran sistematis, memiliki potensi untuk diterapkan dalam pengembangan furnitur fleksibel yang memungkinkan proses bongkar-pasang serta modifikasi tanpa harus mengganti keseluruhan komponen. Karakteristik ini tidak hanya meningkatkan fleksibilitas tetapi juga menawarkan manfaat keberlanjutan, terutama dalam mengurangi limbah material. Penelitian ini bertujuan untuk merancang furnitur penyimpanan adaptif dengan pendekatan Design for Disassembly sebagai strategi untuk meningkatkan adaptivitas ruang pada hunian apartemen. Penelitian ini menggunakan metode design thinking, dengan metode pengumpulan data berupa survei kuesioner daring dan observasi lapangan. Berdasarkan hasil data, ditemukan bahwa furnitur penyimpanan adaptif yang dapat dimodifikasi dari segi ukuran (changeable size) maupun lokasi (changeable location) merupakan solusi yang relevan dan kontekstual dalam menjawab keterbatasan ruang pada hunian vertikal. Maka dari itu proses perancangan difokuskan pada integrasi prinsip DfD, seperti penerapan sistem modular, pemisahan layer, dan penggunaan sambungan non-permanen guna memungkinkan konfigurasi ulang dan pembongkaran untuk relokasi tanpa merusak komponen. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan desain adaptif berbasis DfD mampu berkontribusi dalam pengembangan furnitur penyimpanan yang responsif terhadap keterbatasan ruang dan kebutuhan mobilitas pengguna. Namun demikian, temuan juga mengindikasikan bahwa peningkatan subdivisi modul cenderung sejalan dengan peningkatan kompleksitas perakitan dari segi jumlah tahapan perakitan. Oleh karena itu, diperlukan kompromi antara fleksibilitas dan kompleksitas untuk mencapai efektivitas desain yang optimal. Implikasi dari penelitian ini membuka peluang pengembangan desain furniture adaptif lebih lanjut, khususnya dalam optimalisasi sistem modul, evaluasi teknis dan ergonomis, serta validasi langsung pada pengguna dalam konteks penggunaan nyata.